UGM Dukung Dewan Media Sosial, Tapi Harus Independen dan Multipihak
Dosen UGM, Rahayu, mendukung pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) namun menekankan pentingnya independensi dan multipihak agar pengawasan konten digital tidak otoriter serta tetap menjunjung kebebasan berekspresi.

Yogyakarta, 30 April 2024 - Rencana pemerintah membentuk Dewan Media Sosial (DMS) mendapat dukungan dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM). Rahayu, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, menyatakan dukungannya, namun dengan catatan penting terkait independensi dan mekanisme pengawasan yang diterapkan.
Dukungan ini disampaikan Rahayu di Kampus UGM, Yogyakarta. Ia menjelaskan bahwa DMS seharusnya tidak berada di bawah naungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurutnya, media sosial dan penyiaran memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga memerlukan pendekatan pengawasan yang spesifik. "Produk digital di media sosial tidak bisa disamakan begitu saja dengan objek pengawasan lembaga penyiaran karena proses dan kontennya berbeda," tegas Rahayu.
Ia menekankan perbedaan mendasar antara lembaga penyiaran yang memiliki struktur editorial dan badan hukum yang jelas dengan individu yang mengunggah konten di media sosial. Perbedaan ini, menurutnya, harus dipertimbangkan dalam pembentukan regulasi dan mekanisme pengawasan.
Independensi dan Multipihak: Kunci Sukses DMS
Rahayu mengingatkan agar DMS tidak menjadi lembaga otoriter. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya struktur multipihak dan independen yang melibatkan pemerintah, platform media sosial, perwakilan pembuat konten, dan masyarakat sipil. "Dewan ini seharusnya mengawasi apakah platform media sosial menerapkan prinsip-prinsip utama dalam produksi konten dengan baik, tanpa melanggar kebebasan berekspresi," jelasnya.
Ia menyarankan agar model DMS mengadopsi pendekatan sukarela, seperti yang diterapkan lembaga internasional. Keputusan atau rekomendasi DMS akan ditaati secara sukarela oleh platform sebagai bentuk komitmen mereka terhadap transparansi dan akuntabilitas. "Insentif utama bagi platform untuk bergabung adalah demi memulihkan kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas tata kelola mereka," tambah Rahayu.
Lebih lanjut, Rahayu mengusulkan agar DMS tidak hanya beroperasi di tingkat nasional, tetapi juga membentuk jaringan di setiap provinsi untuk mengakomodasi keberagaman Indonesia. Bahkan, kerja sama internasional perlu dijajaki untuk memperkuat fungsi pengawasan berbasis standar hak asasi manusia secara global.
Menjaga Keseimbangan: Pengawasan dan Kebebasan Berekspresi
Rahayu berharap DMS akan menjadi forum yang terbuka, transparan, akuntabel, dan independen dalam menangani moderasi konten. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pengawasan konten digital tidak menghambat kebebasan berekspresi. Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pengawasan dan perlindungan hak asasi manusia dalam konteks ruang digital.
Sebelumnya, rencana pembentukan Dewan Media Sosial telah diwacanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 23 Agustus 2023. Kemenkominfo menyatakan bahwa DMS akan memberikan masukan mengenai kepantasan konten di media sosial dan ruang digital. Dukungan dari UGM ini diharapkan dapat memperkuat wacana tersebut dan mendorong terwujudnya DMS yang efektif dan bertanggung jawab.
Dengan adanya dukungan dari akademisi terkemuka seperti Rahayu, diharapkan rencana pembentukan DMS dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan regulasi yang seimbang antara pengawasan konten dan perlindungan kebebasan berekspresi di dunia digital Indonesia. Hal ini sangat krusial mengingat kompleksitas tantangan moderasi konten di era digital saat ini.
Model pengawasan yang diusulkan Rahayu, yang menekankan pada pendekatan sukarela dan kerja sama multipihak, diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam menjaga ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab. Implementasi DMS yang tepat akan menjadi penentu keberhasilan dalam menciptakan ekosistem digital yang aman, demokratis, dan menghormati hak asasi manusia.