Tantangan Pers Indonesia: Menjaga Independensi di Era Media Sosial
Pakar komunikasi Prof. Mite Setiansah mengungkapkan tantangan berat pers Indonesia, yaitu menjaga independensi di tengah perkembangan media sosial dan transisi kepemimpinan.
![Tantangan Pers Indonesia: Menjaga Independensi di Era Media Sosial](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230222.616-tantangan-pers-indonesia-menjaga-independensi-di-era-media-sosial-1.jpg)
Purwokerto, 6 Februari 2024 - Pers Indonesia menghadapi tantangan besar di era digital, khususnya dalam menjaga independensi dan beradaptasi dengan perkembangan media sosial. Hal ini disampaikan oleh Prof. Mite Setiansah, pakar komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Prof. Mite menekankan pentingnya independensi pers sebagai pilar keempat demokrasi. "Pers harus tetap netral dan independen, mengawasi jalannya pemerintahan," ujarnya dalam sebuah wawancara di Purwokerto, Jawa Tengah. Ia menambahkan bahwa tantangan ini semakin kompleks dengan transisi kepemimpinan Presiden RI dan kabinet baru. Pers harus berhati-hati dalam mengambil posisi, tetap kritis tanpa mengorbankan objektivitas.
Tantangan Independensi di Tengah Perubahan Kepemimpinan
Pergantian kepemimpinan nasional membawa dinamika baru bagi pers. Prof. Mite menjelaskan bahwa pers harus bijak dalam meliput dan menganalisis kebijakan pemerintahan baru. Meskipun harus mempertimbangkan berbagai faktor, fungsi pengawasan tetap menjadi prioritas. "Pers tetap menjadi harapan masyarakat untuk mengawal kebijakan pemerintah demi kesejahteraan rakyat," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa menjaga independensi di tengah tekanan politik dan kepentingan tertentu merupakan tantangan yang perlu dihadapi dengan integritas dan profesionalisme tinggi. Jurnalis dituntut untuk tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dan mengedepankan akurasi informasi.
Adaptasi Pers di Era Media Sosial
Perkembangan pesat media sosial menghadirkan tantangan lain bagi pers konvensional. Jika pers hanya dimaknai sebagai media cetak atau media massa tradisional, maka akan sulit bersaing dengan media sosial. "Di era media sosial, setiap orang bisa menjadi kreator dan pemilik media," jelas Prof. Mite. Hal ini menuntut pers untuk beradaptasi dan berevolusi.
Prof. Mite menyebut fenomena ini sebagai "mediamorfosis." Pers harus berubah untuk tetap eksis. Salah satu caranya adalah dengan memahami karakteristik dan bahasa media sosial agar konten yang dihasilkan tetap menarik dan menjangkau khalayak luas. Pers perlu belajar bagaimana menyajikan informasi yang cepat, mudah dipahami, dan menarik bagi pengguna media sosial.
Menanggulangi Hoaks dan Misinformasi
Kecepatan penyebaran informasi di media sosial juga berdampak pada maraknya berita hoaks dan misinformasi. Prof. Mite menjelaskan bahwa algoritma media sosial seringkali hanya menyajikan informasi yang sesuai dengan minat pengguna, tanpa memperhatikan kebenarannya. "Hal ini perlu disikapi oleh pers dengan cara memahami kultur dan karakteristik pengguna media sosial," katanya.
Pers harus mampu menyaring informasi, memverifikasi data, dan menyajikan fakta yang akurat. Peran Dewan Pers dan organisasi wartawan seperti PWI sangat penting dalam mengantisipasi tantangan ini. Mereka perlu mengembangkan strategi untuk melawan penyebaran hoaks dan misinformasi di media digital.
Metamorfosis Pers untuk Masa Depan
Prof. Mite menyoroti pentingnya metamorfosis pers dalam menghadapi perkembangan teknologi dan perubahan perilaku pengguna media. Pers harus beradaptasi tanpa meninggalkan idealisme dan fungsi utamanya. "Dalam rangka Hari Pers Nasional, kita perlu merenungkan bagaimana pers dapat menjaga idealismenya sambil menyesuaikan diri dengan perkembangan media dan penggunanya," tutupnya. Pers harus mampu beradaptasi dan berinovasi agar tetap relevan dan dipercaya oleh masyarakat.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan organisasi pers, untuk menghadapi tantangan ini. Dengan demikian, pers Indonesia dapat mempertahankan perannya sebagai pilar demokrasi yang kuat dan terpercaya di tengah perkembangan teknologi informasi yang dinamis.