Volatilitas IHSG: Persepsi Pasar, Bukan Fundamental, Jadi Biang Keladi
Direktur Utama BEI mengungkapkan volatilitas IHSG belakangan ini lebih disebabkan oleh persepsi pasar terhadap dinamika ekonomi dan politik domestik, bukan pelemahan fundamental perusahaan.

Volatilitas yang terjadi di pasar saham Indonesia beberapa waktu terakhir bukan disebabkan oleh pelemahan fundamental perusahaan, melainkan lebih dipengaruhi oleh persepsi pelaku pasar terhadap dinamika ekonomi dan politik dalam negeri. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, di Jakarta, Selasa (25/3).
Iman Rachman menegaskan bahwa kinerja fundamental perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI masih tergolong kuat dan solid. Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas fluktuasi IHSG yang cukup signifikan. Ia menekankan bahwa yang mempengaruhi pasar bukanlah kondisi fundamental, melainkan persepsi investor terhadap situasi terkini.
Sebagai contoh, pada perdagangan sesi pertama Senin (24/3), IHSG sempat mengalami koreksi tajam sebesar 261,22 poin atau 4,17 persen, menyentuh level 5.996,96. Namun, setelah pengumuman struktur kepengurusan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada sesi kedua, koreksi tersebut berangsur membaik dan IHSG akhirnya ditutup melemah 96,96 poin atau 1,55 persen di posisi 6.161,22. "Kalau kita lihat, indeks sempat turun menyentuh hampir lima persen. Lalu, ketika pengumuman Danantara itu kembali menjadi berkurang negatifnya. Itu sebagai bukti bahwa Indonesia butuh persepsi," jelas Iman Rachman.
Peran BPI Danantara dan Persepsi Pasar
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, turut memberikan pandangannya. Ia optimistis kehadiran BPI Danantara akan memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia, terutama bagi investor ritel yang belakangan ini aktif melakukan akumulasi saham. Jeffrey meyakini bahwa keberadaan BPI Danantara akan menumbuhkan kepercayaan investor.
Kehadiran tokoh-tokoh global dan ahli keuangan dalam struktur kepengurusan BPI Danantara diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia. Hal ini dinilai penting untuk mengurangi dampak negatif persepsi pasar yang kurang baik.
Dengan adanya BPI Danantara, diharapkan investor, khususnya investor ritel, akan merasa lebih aman dan nyaman untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Kehadiran lembaga ini diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi pertumbuhan pasar modal Indonesia.
Lebih lanjut, Jeffrey Hendrik menambahkan bahwa pihaknya bersama-sama meyakini keberadaan Danantara akan memberikan kontribusi positif terhadap pasar modal Indonesia, khususnya kepada investor ritel yang akhir-akhir ini melakukan akumulasi. Hal ini menunjukkan optimisme BEI terhadap prospek pasar modal ke depan.
Kinerja IHSG dan Harapan ke Depan
Sejak awal tahun hingga 24 Maret 2025, IHSG tercatat melemah 931,21 poin atau 13,13 persen year to date (ytd). Angka ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan dari posisi 7.164 pada 2 Januari 2025 menjadi 6.161,22 pada 24 Maret 2025.
Penurunan tersebut perlu dilihat secara komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi pasar, termasuk persepsi investor. Namun, pernyataan dari BEI yang menekankan kekuatan fundamental perusahaan-perusahaan tercatat setidaknya memberikan sedikit optimisme.
BPI Danantara, yang telah mengumumkan struktur kepengurusannya yang lengkap pada Senin (24/3), diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pasar modal Indonesia dan memperbaiki persepsi investor. Komposisi kepengurusan yang diisi oleh tokoh-tokoh global dan ahli keuangan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Ke depannya, diharapkan volatilitas IHSG dapat berkurang dan pasar dapat kembali stabil. Hal ini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, regulator, dan pelaku pasar itu sendiri untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Secara keseluruhan, situasi pasar saham Indonesia saat ini menunjukkan betapa pentingnya faktor persepsi investor. Meskipun fundamental perusahaan tercatat masih kuat, persepsi negatif dapat menyebabkan volatilitas yang signifikan. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki persepsi pasar menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas pasar modal Indonesia.