Vonis Mati Pemilik Pabrik Ekstasi di Medan Diperkuat Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi Medan memperkuat vonis mati terhadap Hendrik Kosumo, pemilik pabrik ekstasi di Medan, sementara empat terdakwa lainnya menerima vonis penjara bervariasi.

Pengadilan Tinggi Medan telah menguatkan vonis mati terhadap Hendrik Kosumo (41), pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Medan. Vonis ini sebelumnya telah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Medan pada 6 Maret 2025. Keputusan tersebut diambil setelah proses banding yang diajukan oleh terdakwa.
Hakim Ketua Longser Sormin membacakan putusan banding pada Rabu, 7 Mei 2025, dengan nomor putusan: 939/PID.SUS/2025/PT MDN. Putusan tersebut menegaskan hukuman mati bagi Hendrik Kosumo dan memerintahkan agar yang bersangkutan tetap ditahan. Biaya perkara dalam dua tingkat pengadilan akan ditanggung oleh negara.
Kasus ini bermula dari penemuan pabrik ekstasi rumahan milik Hendrik Kosumo. Penyelidikan polisi mengungkap keterlibatan beberapa orang lainnya dalam operasi pabrik tersebut, yang kemudian juga diadili.
Vonis Mati dan Penjara Seumur Hidup
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Medan sebelumnya, Hakim Ketua Nani Sukmawati menyatakan Hendrik Kosumo terbukti bersalah memproduksi narkotika golongan I melebihi lima gram, melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa yang meresahkan masyarakat dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Tidak ditemukan hal yang meringankan.
Selain Hendrik Kosumo, empat terdakwa lain juga divonis dengan hukuman yang bervariasi. Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43), yang bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi, divonis penjara seumur hidup. Sementara Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36) — istri Hendrik Kosumo — masing-masing divonis 20 tahun penjara. Mereka terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan, Rizqi Darmawan, sebelumnya menuntut Hendrik Kosumo dan Syahrul Savawi dengan hukuman mati, sementara tiga terdakwa lainnya dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Pertimbangan Hukum dan Dampaknya
Putusan Pengadilan Tinggi Medan memperkuat komitmen pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba. Vonis mati yang dijatuhkan kepada Hendrik Kosumo sebagai produsen ekstasi menunjukkan keseriusan penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika. Hukuman berat yang dijatuhkan kepada para terdakwa diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengurangi angka kejahatan narkoba di Indonesia.
Proses peradilan ini juga menyoroti peran penting kerjasama antar lembaga penegak hukum dalam mengungkap dan menindak jaringan peredaran narkoba. Kerja sama yang baik antara kepolisian dan kejaksaan dalam mengumpulkan bukti dan membangun kasus yang kuat sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Kasus ini menjadi pengingat akan bahaya narkoba dan pentingnya upaya pencegahan dan rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Selain penegakan hukum yang tegas, upaya pencegahan dan rehabilitasi juga merupakan bagian penting dalam strategi pemberantasan narkoba secara komprehensif.
Dengan ditegakkannya hukum dalam kasus ini, diharapkan dapat memberikan rasa aman dan keadilan bagi masyarakat. Putusan ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi pelaku kejahatan narkotika lainnya untuk berpikir ulang sebelum melakukan tindakan serupa.