Wakil Ketua MPR: Peran Filantropi Akselerasi Transisi Energi, Butuh Investasi Triliunan Rupiah
Wakil Ketua MPR RI menyoroti peran strategis filantropi dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia, mengatasi ketergantungan fosil dan mendorong keberlanjutan.

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan peran krusial sektor filantropi dalam mendorong percepatan transisi energi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta, menyoroti pentingnya dukungan filantropi untuk masa depan energi nasional.
Dukungan tersebut mencakup pendanaan inovatif, edukasi publik yang masif, serta penguatan kapasitas masyarakat. Hal ini diperlukan untuk mengatasi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil yang saat ini mencapai 61 persen.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, transformasi besar di sektor energi menjadi keniscayaan. Filantropi diharapkan menjadi katalisator utama dalam mewujudkan visi energi bersih dan berkelanjutan.
Urgensi Transisi Energi dan Potensi Indonesia
Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, terutama batu bara, meskipun memiliki sumber daya melimpah. Ketergantungan ini dinilai tidak berkelanjutan dalam jangka panjang, sehingga transformasi sektor energi menjadi prioritas nasional.
Eddy Soeparno menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Sumber daya seperti matahari, angin, air, laut, hingga panas bumi dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Pemerintah telah menyusun rencana usaha penyediaan tenaga listrik hingga tahun 2034, yang membutuhkan investasi signifikan. Diperkirakan, sekitar 171 miliar dolar AS atau setara Rp 2.600 triliun akan diperlukan dalam satu dekade mendatang untuk investasi ini.
"Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi ke depan berbasis energi terbarukan," ujar Eddy. Prinsip keberlanjutan (sustainability) adalah keniscayaan yang harus dipegang teguh dalam setiap kebijakan energi.
Peran Strategis Filantropi dalam Pendanaan dan Inovasi
Salah satu hambatan utama dalam percepatan transisi energi adalah pembiayaan yang besar. Dalam konteks ini, sektor filantropi dapat memainkan peran sangat strategis sebagai sumber pendanaan alternatif.
Filantropi dapat berkontribusi aktif dalam membiayai berbagai program terkait transisi energi. Ini termasuk penanganan sampah, pengurangan polusi, serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan yang mendesak.
Selain pendanaan langsung, filantropi juga dapat mendukung inovasi dan riset melalui skema co-financing hingga hibah (grant). Peran ini krusial untuk adaptasi dan mitigasi krisis iklim yang semakin nyata.
Kolaborasi dan Pengembangan Kapasitas Masyarakat
Lebih dari sekadar pendanaan, filantropi juga berperan dalam advokasi dan fasilitasi kebijakan. Ini dapat dilakukan melalui dialog konstruktif, kampanye kesadaran publik, serta penelitian kebijakan yang mendukung regulasi aksi iklim.
Filantropi juga memiliki potensi besar untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Melalui organisasi masyarakat sipil, mereka dapat mendorong partisipasi publik dalam mitigasi iklim di berbagai tingkatan.
Untuk merealisasikan peran filantropi ini, Eddy Soeparno mengusulkan skema 4P: public, private, philanthropic, partnership. Kolaborasi seluruh pihak ini akan memperkuat akses pendanaan dan mengurangi risiko implementasi program transisi energi.
Beberapa lembaga filantropi internasional, terutama dari Amerika dan Eropa, telah menunjukkan minat. Mereka siap mendukung Indonesia dalam program pensiun dini PLTU batu bara, menandakan pengakuan global terhadap upaya ini.
"Kolaborasi dengan sektor filantropi merupakan keniscayaan yang terus kami dorong untuk memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat," tutup Eddy, menegaskan komitmen MPR dalam memastikan hak-hak rakyat terpenuhi secara substantif.