Wamendag Dorong Logistik Adaptif Hadapi Tantangan Global
Wakil Menteri Perdagangan RI menekankan pentingnya sistem logistik Indonesia yang adaptif untuk menghadapi tantangan global, termasuk proteksionisme dan diversifikasi pasar ekspor.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem logistik yang adaptif dan tangguh dalam menghadapi tantangan global. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Halal Bihalal dan Forum Group Discussion Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) di Jakarta, Jumat (26/4).
Sistem logistik disebut sebagai tulang punggung ekspor Indonesia, terutama di tengah upaya diversifikasi pasar ekspor sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Wamendag menegaskan bahwa tantangan global seperti proteksionisme tidak dapat dihindari, namun Indonesia dapat memanfaatkannya untuk memperkuat ekonomi nasional. Penguatan sistem logistik menjadi kunci utama dalam strategi ini.
Wamendag menjelaskan bahwa penguatan sistem logistik sangat penting untuk efisiensi perluasan ekspor ke pasar nontradisional. Saat ini, Indonesia telah memiliki 21 perjanjian dagang dan sedang menegosiasikan 16 perjanjian lainnya, termasuk dengan negara-negara seperti Kanada, Iran, Peru, dan Uni Eropa, serta proses aksesi ke CPTPP dan BRICS+.
Transformasi Digital dan Diplomasi Logistik
Salah satu fokus utama adalah transformasi digital dalam sistem logistik nasional. Pemerintah menargetkan integrasi sistem e-logistics yang andal, termasuk konektivitas data antarpelabuhan. Hal ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik.
Wamendag juga menekankan pentingnya membekali forwarder nasional dengan infrastruktur digital yang mumpuni dan mengembangkan strategi diplomasi perdagangan yang mencakup diplomasi logistik. Negosiasi perdagangan tidak hanya soal tarif, tetapi juga kelancaran alur logistik lintas batas, termasuk kepabeanan, karantina, dan pengakuan dokumen digital.
Indonesia akan mendorong kerja sama teknis dan harmonisasi standar logistik dengan negara mitra sebagai bagian dari diplomasi perdagangan aktif. Upaya ini juga mencakup target pengurangan biaya logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 14,29 persen menjadi 8 persen pada 2045.
Efisiensi Pelabuhan dan Kolaborasi
Salah satu indikator efisiensi pelabuhan adalah durasi port stay. Waktu bongkar muat yang lebih cepat akan mengurangi durasi port stay dan meningkatkan waktu berlayar kapal, sehingga menghemat biaya operasional perusahaan pelayaran. Wamendag mengajak ALFI untuk menjadikan tantangan global sebagai titik balik untuk membangun sistem logistik yang lebih mandiri, tangguh, dan terhubung global.
Ketua Umum DPP ALFI, Akbar Djohan, menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi dengan pemerintah dalam menciptakan sistem logistik yang tangguh. Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, juga menyambut baik diskusi penguatan sistem logistik dan optimistis Indonesia dapat menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS melalui kolaborasi dan negosiasi.
Kesimpulannya, upaya pemerintah untuk meningkatkan sistem logistik nasional merupakan langkah strategis dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Transformasi digital, diplomasi logistik, dan efisiensi pelabuhan menjadi kunci utama dalam mewujudkan sistem logistik yang adaptif dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.