Wamensos Ajak Kampus Jadi Mitra Kritis, Ubah Bansos Jadi Pemberdayaan
Wakil Menteri Sosial mengajak kampus bermitra kritis untuk mengubah kebijakan bansos menjadi program pemberdayaan sosial guna percepat pengentasan kemiskinan.

Jakarta, 8 Mei 2024 - Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo mengajak perguruan tinggi di Indonesia untuk berperan sebagai mitra kritis dalam transformasi kebijakan perlindungan sosial. Perubahan ini bertujuan untuk menggeser fokus dari bantuan sosial (bansos) semata menjadi program pemberdayaan sosial yang lebih berkelanjutan. Inisiatif ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Wamensos Agus menekankan pentingnya peran aktif kampus dalam membangun model-model pemberdayaan yang relevan dengan kondisi masyarakat. Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya sebesar ini dan membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan dan penelitian yang kredibel. Kerjasama ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang efektif dan tepat sasaran.
Wamensos Agus juga menjelaskan bahwa keterlibatan kampus sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat, menurutnya, menjadi wadah ideal bagi kampus untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang produktif dan mandiri, bukan hanya sekadar penerima bantuan.
Pergeseran Mindset dan Pemanfaatan DTSEN
Wamensos Agus Jabo menyoroti pentingnya perubahan mindset masyarakat dari penerima bantuan menjadi individu yang produktif dan mandiri. Ia berpendapat bahwa kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah mentalitas. Oleh karena itu, program pemberdayaan difokuskan untuk membangun kapasitas dan keterampilan masyarakat agar mampu menciptakan penghasilan sendiri.
Pemerintah, lanjut Wamensos, kini telah memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai acuan tunggal untuk seluruh program bansos dan pemberdayaan masyarakat. Dengan data yang lebih akurat, intervensi terhadap keluarga miskin dan miskin ekstrem dapat dilakukan dengan lebih tepat sasaran, sehingga target pengentasan kemiskinan dapat dipercepat.
Salah satu contoh nyata sinergi antara pemerintah dan kampus adalah pengembangan desa model pemberdayaan. Wamensos mencontohkan sembilan desa di Banyumas yang telah sukses memproduksi kerajinan daur ulang, seperti anyaman dari eceng gondok dan kotak sampah ekspor. Program ini melibatkan warga setempat secara aktif dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat.
Intervensi Komprehensif untuk Kelompok Rentan
Wamensos Agus juga menekankan pentingnya intervensi komprehensif dalam penanganan kelompok rentan, termasuk Pemerlu Atensi Sosial (PAS), seperti penyandang disabilitas, anak telantar, dan lansia. Program pelatihan, atensi, dan penguatan ekonomi terus digencarkan melalui kolaborasi antara Kementerian Sosial, pemerintah daerah, dan kementerian/lembaga lain.
Wamensos Agus menambahkan bahwa meskipun jumlah bantuan yang diberikan mungkin tidak besar, yang terpenting adalah dampak berkelanjutan melalui perubahan mindset dan kemandirian ekonomi. Pemerintah berkomitmen untuk mengawal para penerima manfaat hingga mereka benar-benar berdaya dan mampu hidup mandiri.
Dengan adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan perguruan tinggi, diharapkan program pemberdayaan sosial ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keterlibatan kampus sebagai mitra kritis sangat penting untuk memastikan program ini tepat sasaran dan berdampak positif bagi masyarakat.
"Negara tidak bisa sendiri. Pemerintah tidak bisa sendiri. Kami sangat membutuhkan kampus sebagai mitra yang objektif dan kritis untuk membangun model-model pemberdayaan yang kontekstual," ujar Wamensos Agus.