Yusril Nilai Belum Ada Urgensi Terbitkan Perppu Perampasan Aset, DPR Buka Peluang Bahas RUU Tahun Ini
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imipas Yusril Ihza Mahendra menilai belum ada urgensi penerbitan Perppu perampasan aset, sementara DPR membuka peluang pembahasan RUU terkait pada tahun ini.

Jakarta, 5 Mei 2024 - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan belum ada urgensi bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang perampasan aset. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin lalu. Beliau menjelaskan bahwa kondisi kegentingan yang memaksa menjadi syarat utama penerbitan Perppu, dan saat ini, UU terkait pemberantasan korupsi dinilai masih efektif.
Yusril menegaskan, "'Enggak, belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu,'" menunjukkan keyakinannya pada efektivitas sistem hukum yang ada dalam menangani kasus korupsi. Ia menekankan bahwa lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK masih mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, menurutnya, penerbitan Perppu saat ini belum diperlukan.
Meskipun demikian, Yusril menambahkan, "'Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada Presiden,'" menunjukkan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas dan Dukungan DPR
Yusril menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029. Pemerintah kini menunggu DPR untuk memulai pembahasan RUU tersebut, termasuk kemungkinan revisi draf yang telah diajukan sejak tahun 2023. Ia menambahkan, "'Begitu nanti DPR sudah menyiapkan, sudah siap untuk membahas kan tentu Presiden akan mengeluarkan surat Presiden menunjuk menteri yang akan membahas rancangan undang-undang itu sampai selesai.'" Hal ini menunjukkan proses legislasi yang akan ditempuh.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga menyatakan keseriusan pemerintah dalam mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset. Ia telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mematangkan draf RUU tersebut. Lebih lanjut, Agtas menjelaskan rencana konsultasi dengan DPR untuk menentukan waktu pembahasan selanjutnya. Kerjasama antar lembaga ini menjadi kunci percepatan proses legislasi.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan menyatakan bahwa DPR membuka peluang pembahasan RUU Perampasan Aset pada tahun ini. Hal ini menanggapi arahan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Sturman juga menjelaskan bahwa Baleg DPR RI belum menerima penugasan resmi dari pimpinan DPR untuk memulai pembahasan RUU tersebut.
Dukungan Presiden Prabowo dan Percepatan Pemberantasan Korupsi
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menyatakan dukungannya terhadap pembahasan dan percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset. Pernyataan ini disampaikan saat pidato peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, pada tanggal 1 Mei 2024. Presiden Prabowo menekankan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak adanya kompromi terhadap pelaku korupsi yang enggan mengembalikan hasil kejahatannya. "'Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-undang Perampasan Aset,'" tegas Presiden Prabowo.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai urgensi penerbitan Perppu, kesamaan visi antara pemerintah dan DPR dalam pemberantasan korupsi terlihat jelas. Baik pemerintah maupun DPR sepakat untuk mempercepat proses legislasi RUU Perampasan Aset, sehingga diharapkan dapat segera memberikan dampak positif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Proses legislasi yang melibatkan pemerintah dan DPR ini menunjukan komitmen bersama untuk memperkuat sistem hukum dalam memberantas korupsi. Dengan adanya dukungan dari Presiden dan DPR, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan dan diimplementasikan untuk memperkuat upaya penegakan hukum di Indonesia.