Diplomasi Kuliner: Indonesia Jalin Kerja Sama Lewat Cita Rasa Lombok
Indonesia gunakan diplomasi kuliner, dengan menampilkan kekayaan kuliner Lombok kepada delegasi dari 27 negara, untuk memperkuat kerja sama ekonomi, pendidikan, dan pariwisata.
Lombok, Nusa Tenggara Barat, menjadi panggung diplomasi kuliner Indonesia. Dari tanggal 8 hingga 11 Mei 2025, Indonesia menyelenggarakan Seri Gastrodiplomasi Indonesia di pulau ini, melibatkan 38 delegasi dari berbagai kedutaan besar dan atase asing di Indonesia. Mereka datang untuk mencicipi kuliner khas Lombok dan mempelajari budaya masyarakat Sasak. Inisiatif ini bertujuan memperkuat hubungan internasional melalui kekayaan kuliner Indonesia.
Beras, sebagai bahan pokok masyarakat Sasak, memegang peranan sentral dalam diplomasi ini. Produksi beras Lombok yang signifikan, mencapai 785.927 ton pada tahun 2024, menjadi bukti potensi pertanian pulau ini. Melalui makanan, Indonesia ingin memperkenalkan warisan budaya dan keramahan masyarakatnya kepada dunia. Setiap hidangan, dengan cita rasa manis, pedas, asin, gurih, asam, atau pahit, menceritakan kisah dan nilai unik budaya Indonesia.
Seri Gastrodiplomasi Indonesia ini bukan sekadar perkenalan kuliner, melainkan upaya membangun fondasi kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, pendidikan, pariwisata, budaya, dan politik. Delegasi dari 27 negara, yang dipandu oleh Kementerian Luar Negeri, berkesempatan mengunjungi berbagai daerah di Lombok, seperti Kota Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Tengah, untuk merasakan langsung keramahan dan kekayaan budaya lokal.
Mencicipi Sejarah Lewat Serabi
Salah satu hidangan yang menjadi sorotan adalah serabi, kue tradisional berbahan dasar tepung beras. Atukk Ayu, seorang perempuan berusia 61 tahun, dengan cekatan memasak serabi di atas api kayu, aroma beras panggang dan santan begitu terasa. Delegasi asing yang mengunjungi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menyaksikan langsung proses pembuatannya. "Silakan cicipi serabi. Makan dengan parutan kelapa dan saus gula aren," ujar Ayu sembari terus memasak.
Setiap serabi yang disajikan Ayu merepresentasikan sumber daya dan budaya pertanian masyarakat Sasak. Bahan-bahan utamanya, tepung beras, santan, kelapa parut, dan gula aren, semuanya berasal dari Lombok. Kemandirian pangan beras NTB sejak 1984 dan keberhasilan Operasi Tekad Makmur (OTM) dalam intensifikasi pertanian lahan kering menjadi bukti potensi pertaniannya. Meskipun ketergantungan pada curah hujan membatasi penanaman padi, metode pertanian yang diterapkan memungkinkan pemanfaatan lahan untuk berbagai komoditas sepanjang tahun.
Tradisi pertanian masyarakat Sasak, khususnya di daerah bertopografi perbukitan dan sumber air terbatas, tetap terjaga. Proses pertanian mereka, sebagaimana tercatat dalam buku Tradisi Pertanian Masyarakat Sasak-Lombok Nusa Tenggara Barat, melibatkan aktivitas profan dan sakral. Hal ini mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya, termasuk kerja sama. Selain beras, kelapa dan aren juga menjadi bagian penting dalam serabi, merepresentasikan komoditas pertanian NTB lainnya.
Data BPS menunjukkan produksi kelapa dan aren yang signifikan di NTB pada tahun 2024. Satu piring serabi mampu memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan budaya masyarakat Nusa Tenggara Barat. Pemerintah perlu mengoptimalkan upaya menjadikan makanan sebagai penggerak ekonomi, perdagangan, dan diplomasi.
Gastrodiplomasi: Jembatan Persahabatan
Keramahan masyarakat Indonesia, tercermin dalam nilai-nilai sosial, budaya, dan sejarahnya, serta lingkungan yang unik, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak turis asing merasa nyaman di Indonesia. Makanan, keramahan penduduk, dan keindahan alam menarik minat wisatawan. Duta Besar Austria untuk Indonesia, Thomas Loidl, yang turut serta dalam Seri Gastrodiplomasi Indonesia 2025, mengaku terkesan dengan keramahan masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Pengalaman selama empat hari mengunjungi berbagai tempat di Lombok memberikan kesan mendalam baginya. Selain makanan berbahan dasar beras, Nusa Tenggara Barat juga memiliki berbagai kuliner unik lainnya yang berpotensi untuk diplomasi kuliner, seperti ayam taliwang dan sate bulayak. Gastrodiplomasi diharapkan dapat mempromosikan potensi lokal dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kuliner dan budayanya.
Melalui inisiatif ini, Indonesia tidak hanya memperkenalkan cita rasa kulinernya, tetapi juga membangun jembatan persahabatan dan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara lain. Diplomasi yang dilakukan melalui sajian kuliner ini diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral dan membuka peluang kerja sama yang lebih luas di masa mendatang.