Inflasi Tarif Listrik Turun di April 2025, Tapi Tetap Jadi Penyumbang Utama
BPS mencatat penurunan inflasi tarif listrik menjadi 26,99 persen mtm pada April 2025, meski tetap menjadi penyumbang utama inflasi bersama kelompok perumahan dan perawatan pribadi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan tingkat inflasi bulanan tarif listrik di Indonesia. Setelah mencapai 47,22 persen month-to-month (mtm) pada Maret 2025, angka tersebut turun menjadi 26,99 persen mtm pada April 2025. Penurunan ini terjadi di tengah masih tingginya inflasi komoditas lainnya, terutama di sektor makanan dan minuman.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa penurunan inflasi tarif listrik disebabkan oleh berakhirnya diskon 50 persen untuk pemakaian listrik periode Januari-Februari 2025. Dengan kembali diterapkannya tarif normal, tagihan listrik Maret 2025 yang dibayarkan pada April 2025 turut mempengaruhi angka inflasi. Meskipun turun, inflasi tarif listrik masih memberikan andil yang signifikan terhadap inflasi keseluruhan.
Secara keseluruhan, BPS mencatat inflasi bulanan sebesar 1,17 persen mtm, inflasi tahunan 1,95 persen year-on-year (yoy), dan inflasi tahun kalender 1,56 persen year-to-date (ytd) pada April 2025. Hal ini menunjukkan adanya fluktuasi harga yang perlu diwaspadai, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri.
Inflasi Tarif Listrik dan Penyumbang Utama Inflasi April 2025
Meskipun mengalami penurunan, inflasi komoditas tarif listrik masih menjadi penyumbang utama inflasi pada April 2025, memberikan andil sebesar 0,97 persen. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik pascabayar setelah periode diskon berakhir. Kondisi ini membuat kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga tetap menjadi penyumbang inflasi utama dengan angka 6,60 persen mtm dan andil 0,98 persen.
Selain kelompok pengeluaran perumahan, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga berkontribusi signifikan terhadap inflasi April 2025. Kelompok ini mengalami inflasi sebesar 2,46 persen mtm dengan andil 0,16 persen, di mana emas perhiasan menjadi penyumbang terbesar inflasi pada kelompok ini dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 10,52 persen mtm.
Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau juga turut memberikan kontribusi terhadap inflasi, meskipun angkanya relatif kecil yaitu 0,07 persen mtm dengan andil 0,02 persen. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa komoditas seperti bawang merah, cabai merah, tomat, bawang putih, dan jeruk yang mengalami kenaikan harga. Namun, kenaikan harga tersebut diimbangi oleh penurunan harga cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
"Pada April 2025 ini, komoditas tarif listrik mengalami inflasi sebesar 26,99 persen dengan andil inflasi sebesar 0,97 persen. Tingkat inflasi tarif listrik tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi tarif listrik pada Maret 2025," ungkap Pudji Ismartini.
Analisis Lebih Dalam Mengenai Inflasi April 2025
Data BPS menunjukkan bahwa inflasi pada April 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk penyesuaian tarif listrik setelah periode diskon. Meskipun inflasi tarif listrik turun, dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan masih signifikan. Selain itu, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau juga tetap menjadi perhatian, mengingat fluktuasi harga komoditas pangan yang sering terjadi, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri.
Perlu diperhatikan bahwa kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau cenderung mengalami inflasi setiap bulan April dalam lima tahun terakhir, kecuali pada April 2024. Hal ini menunjukkan adanya pola musiman yang perlu diantisipasi dalam pengendalian inflasi.
Pemerintah perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi, termasuk fluktuasi harga komoditas pangan dan energi, untuk menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Pemantauan dan antisipasi terhadap pola musiman inflasi juga penting untuk dilakukan.
Secara keseluruhan, data inflasi April 2025 menunjukkan adanya tantangan dalam menjaga stabilitas harga, terutama di sektor energi dan pangan. Pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi diperlukan untuk mengendalikan inflasi dan memastikan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun inflasi tarif listrik turun, tetap penting untuk memantau perkembangannya dan mengantisipasi potensi kenaikan harga di masa mendatang. Pemerintah dan pihak terkait perlu terus berupaya untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan pasokan barang dan jasa.