Kejari HST Banding Vonis Eks Kadinsos Terkait Korupsi Rp389 Juta
Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah (HST) mengajukan banding atas vonis satu tahun penjara terhadap mantan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial HST, Wahyudi Rahmad, yang dinilai terlalu ringan dalam kasus korupsi Rp389 juta.
Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin terhadap Wahyudi Rahmad, mantan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Kabupaten HST. Wahyudi divonis satu tahun penjara terkait kasus korupsi dana kegiatan kader sosial tahun anggaran 2022. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu satu tahun enam bulan penjara. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp389 juta.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari HST, Hendrik Fayol, mengungkapkan alasan banding tersebut. "Kami mengajukan banding karena putusan majelis hakim di bawah tuntutan dan tidak memenuhi rasa keadilan," ujar Hendrik di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Jumat lalu. Selain vonis penjara, hakim juga menjatuhkan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan, lebih ringan dari tuntutan jaksa sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Terdakwa Wahyudi Rahmad terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Namun, ia dibebaskan dari dakwaan primer Pasal 2 junto Pasal 18 Undang-Undang yang sama. Kasus ini melibatkan Wahyudi dan MS (berkas terpisah) dalam kegiatan kader sosial Dinsos Kabupaten HST tahun 2022 yang merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.
Vonis Terlalu Ringan, Banding Dilakukan
Jaksa menilai vonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan terlalu ringan. Hal ini menjadi dasar pengajuan banding ke pengadilan tingkat lebih tinggi. Proses banding ini diharapkan dapat memberikan putusan yang lebih adil dan sesuai dengan tuntutan awal jaksa.
Hendrik Fayol menjelaskan bahwa proses hukum masih berlanjut. "Kita tunggu hasil putusan pada tingkat banding, mungkin dua atau tiga bulan ke depan putusan keluar, semoga memenuhi rasa keadilan," jelasnya. Kejari HST optimistis putusan banding akan memperbaiki kekurangan dalam putusan pengadilan sebelumnya.
Proses banding ini menjadi perhatian publik, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi ini. Publik berharap proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Kronologi Kasus Korupsi Kader Sosial
Kasus korupsi ini bermula dari temuan penyimpangan dalam pengelolaan dana kegiatan kader sosial Dinsos Kabupaten HST tahun anggaran 2022. Wahyudi Rahmad, sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial, diduga terlibat dalam penyimpangan tersebut bersama MS. Keduanya diduga melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp389 juta.
Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, berkas perkara Wahyudi Rahmad dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Setelah melalui proses persidangan, majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda. Namun, Kejari HST menilai vonis tersebut tidak sesuai dengan tuntutan dan kerugian negara yang ditimbulkan.
Dengan adanya banding ini, proses hukum kasus korupsi ini masih berlanjut dan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi semua pihak. Kejelasan hukum dalam kasus ini juga penting untuk mencegah terjadinya kasus korupsi serupa di masa mendatang.
Proses hukum yang sedang berjalan ini menjadi sorotan publik. Masyarakat berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan akuntabel, sehingga dapat memberikan rasa keadilan dan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Kerugian Negara dan Tuntutan JPU
Total kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp389 juta. Angka ini menjadi pertimbangan utama JPU dalam menuntut hukuman yang setimpal bagi terdakwa. JPU awalnya menuntut Wahyudi Rahmad dengan hukuman penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin menjatuhkan vonis yang lebih ringan. Perbedaan antara tuntutan JPU dan vonis hakim ini menjadi alasan utama Kejari HST mengajukan banding. Mereka berharap putusan banding dapat mempertimbangkan kerugian negara yang cukup signifikan.
Proses banding ini diharapkan dapat memberikan putusan yang lebih adil dan sesuai dengan kerugian negara yang ditimbulkan. Publik menantikan hasil putusan banding dan berharap proses hukum dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Dengan adanya banding ini, diharapkan proses peradilan dapat berjalan dengan lebih adil dan transparan. Publik juga berharap agar putusan banding nantinya dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus ini.