Ketua UPK PNPM Aceh Besar Didakwa Korupsi Rp1,6 Miliar Lebih
Ketua UPK PNPM di Aceh Besar didakwa melakukan korupsi dana simpan pinjam kelompok perempuan senilai Rp1,6 miliar lebih, kasus ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Banda Aceh, 7 Mei 2024 - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar mendakwa Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) dana simpan pinjam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Aceh Besar atas tindak pidana korupsi. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,6 miliar lebih. Dakwaan dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu, 7 Mei 2024. Sidang dipimpin oleh hakim Fauzi, dengan Anda Ariansyah dan Ani Hartati sebagai hakim anggota. Terdakwa, Mahdan, hadir didampingi penasihat hukumnya.
Mahdan, selaku Ketua UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Aceh Besar, diduga melakukan penyimpangan dalam pengelolaan dana simpan pinjam kelompok perempuan sejak tahun 2014 hingga 2017. Total dana yang dikelola mencapai lebih dari Rp8 miliar. Penyimpangan tersebut meliputi penyaluran dana yang tidak sesuai peruntukan, antara lain penyaluran kepada bukan kelompok perempuan dan individu.
Ketua majelis hakim, Fauzi, sempat menegur terdakwa karena mengenakan kain sarung, melanggar tata tertib persidangan. "Kami mengingatkan untuk sidang berikutnya, terdakwa jangan lagi memakai kain sarung. Tata tertib persidangan harus diindahkan. Kepada JPU, kami mengingatkan jangan lagi menghadirkan terdakwa memakai kain sarung," tegas Fauzi. Pernyataan ini menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan persidangan.
Sidang Perdana Kasus Korupsi Dana PNPM
Persidangan kasus korupsi dana PNPM ini menjadi sorotan publik. JPU, Shidqi Noer Salsa dan Raiz Aufar, dalam dakwaannya menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan petunjuk teknis PNPM Mandiri Perdesaan. Berdasarkan perhitungan Inspektorat Kabupaten Aceh Besar, kerugian negara akibat tindakan Mahdan mencapai Rp1,6 miliar lebih.
JPU mendakwa Mahdan dengan dua dakwaan, yaitu dakwaan primer melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan Ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan dakwaan subsidair yang diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang yang sama.
Terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan tidak keberatan atas dakwaan JPU dan meminta persidangan dilanjutkan dengan pembuktian dan pemeriksaan saksi. Majelis hakim pun menjadwalkan lanjutan persidangan pada Rabu, 14 Mei 2024, dengan perintah kepada JPU untuk menghadirkan kembali terdakwa dan saksi-saksi.
Rincian Dakwaan dan Proses Hukum
Dakwaan JPU secara rinci menjelaskan bagaimana Mahdan, sebagai Ketua UPK, menyalahgunakan dana PNPM yang dipercayakan kepadanya. Penyimpangan ini jelas merugikan negara dan menghambat program pemberdayaan masyarakat. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku korupsi.
Proses hukum ini juga menjadi pembelajaran penting tentang tata kelola keuangan negara dan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana publik. Semoga kasus ini dapat mendorong peningkatan pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana-dana serupa di masa mendatang.
Langkah selanjutnya dalam persidangan akan berfokus pada pembuktian dakwaan JPU dan pemeriksaan saksi-saksi. Publik menantikan hasil persidangan ini untuk melihat bagaimana keadilan ditegakkan dalam kasus korupsi dana PNPM ini.
Perlu ditekankan bahwa proses hukum masih berlangsung, dan terdakwa berhak untuk membela diri. Kesimpulan mengenai kesalahannya akan ditentukan oleh majelis hakim setelah seluruh proses persidangan selesai.