Menaker Ungkap 4 Masalah Utama Pekerja Migran Indonesia dan Bentuk Help Desk Perlindungan
Menteri Ketenagakerjaan Abdul Kadir Karding ungkap empat masalah utama pekerja migran Indonesia, yaitu keberangkatan ilegal, keterampilan, kendala bahasa, dan pola pikir, serta membentuk help desk perlindungan pekerja migran.
Jakarta, 13 Maret 2024 (ANTARA) - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, pada hari Kamis merinci empat masalah utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia dan alasan dibentuknya meja koordinasi untuk perlindungan pekerja migran. Permasalahan ini meliputi keberangkatan ilegal, keterampilan dan pendidikan, kendala bahasa, dan pola pikir pekerja migran itu sendiri. Pembentukan help desk ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi para pekerja migran Indonesia di luar negeri.
Menurut Menteri Karding, masalah utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia, baik kekerasan, eksploitasi, bahkan perdagangan manusia, disebabkan oleh keberangkatan pekerja migran secara ilegal. Jumlah pekerja migran yang berangkat secara legal telah mencapai 5,3 juta hingga saat ini, sementara jumlah pekerja yang berangkat secara ilegal mencapai 4,3 juta pada tahun 2017, menurut survei Bank Dunia. Kementeriannya mencatat, 90-95 persen pekerja yang menghadapi masalah di luar negeri adalah mereka yang bermigrasi secara ilegal.
Selain itu, Menteri Karding juga menyoroti rendahnya keterampilan dan pendidikan pekerja migran. Hampir 80 persen pekerja migran sebelumnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga, dan 70 persen di antaranya adalah perempuan dengan pendidikan rata-rata hanya Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Kondisi ini meningkatkan potensi terjadinya kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja migran.
Masalah Keterampilan dan Pendidikan Pekerja Migran
Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan pekerja migran menjadi tantangan besar dalam melindungi mereka di luar negeri. Sebagian besar pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan tidak adil. Keterbatasan keterampilan juga membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi.
Pemerintah perlu meningkatkan program pelatihan keterampilan bagi calon pekerja migran agar mereka memiliki bekal kemampuan yang memadai sebelum berangkat ke luar negeri. Hal ini akan meningkatkan daya saing mereka dan mengurangi risiko eksploitasi.
Penting juga untuk memberikan konseling dan bimbingan kepada calon pekerja migran tentang hak-hak mereka dan cara melindungi diri dari potensi bahaya di luar negeri.
Kendala Bahasa dan Pola Pikir
Kendala bahasa juga menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia. Ketidakmampuan berkomunikasi dalam bahasa setempat membuat mereka sulit untuk beradaptasi dan mencari bantuan jika mengalami masalah. Mereka juga kesulitan untuk memahami kontrak kerja dan peraturan di negara tujuan.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu menyediakan pelatihan bahasa bagi calon pekerja migran. Selain itu, perlu juga disediakan layanan penerjemahan dan interpretasi bagi pekerja migran yang sudah berada di luar negeri.
Pola pikir pekerja migran juga perlu diperhatikan. Beberapa pekerja migran memiliki ekspektasi yang tidak realistis tentang kehidupan di luar negeri, sehingga mereka mudah terjebak dalam situasi yang berbahaya. Pemerintah perlu memberikan edukasi dan konseling kepada calon pekerja migran agar mereka memiliki pemahaman yang benar tentang kehidupan di luar negeri dan risiko yang mungkin dihadapi.
Upaya Pencegahan dan Perlindungan
Kementerian P2MI telah mengambil beberapa langkah untuk mencegah peningkatan keberangkatan non-prosedural. Langkah-langkah tersebut antara lain: meningkatkan pengawasan di daerah-daerah dengan proporsi pekerja migran terbesar (Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung, dan Medan, Sumatera Utara); melakukan sosialisasi untuk mendorong calon pekerja migran agar berangkat secara legal; memaksimalkan pencegahan dan perlindungan melalui tim respons cepat; dan berkolaborasi melalui meja koordinasi untuk menangani masalah terkait kualitas perlindungan.
Meja koordinasi perlindungan pekerja migran dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Budi Gunawan, untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran Indonesia. Meja koordinasi ini diketuai oleh Kementerian P2MI dan melibatkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Bareskrim Polri, TNI, dan Kejaksaan Agung.
Dengan adanya meja koordinasi ini diharapkan dapat tercipta sinergi antar lembaga dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada pekerja migran Indonesia. Perlindungan yang komprehensif dan terintegrasi sangat penting untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia di luar negeri.