Pakar Bahas Efisiensi Anggaran Pemerintahan Prabowo: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Seminar nasional di FISIP Unej mengupas kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Prabowo Subianto, dengan para pakar menyoroti potensi positif dan negatifnya bagi perekonomian Indonesia.
Jember, 14 Maret 2024 - Sebuah seminar nasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (Unej) pada Jumat lalu menjadi forum diskusi para pakar kebijakan publik dari berbagai perguruan tinggi seputar kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Seminar ini membahas berbagai aspek kebijakan tersebut, mulai dari dampaknya terhadap perekonomian hingga potensi tantangan yang dihadapi.
Diskusi ini dipicu oleh Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang bertujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Kebijakan efisiensi anggaran, yang ditargetkan sekitar 10 persen, menimbulkan beragam pandangan di antara para ahli. Beberapa mengapresiasi langkah ini sebagai upaya strategis pemerintah dalam mengelola belanja negara dan menekan defisit fiskal yang diproyeksikan mencapai Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, beberapa pakar juga menyoroti potensi risiko yang perlu diwaspadai. Pertanyaan mendasar muncul: apakah efisiensi anggaran ini akan benar-benar efektif dalam jangka panjang, dan apa dampaknya terhadap berbagai sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur?
Efisiensi Anggaran: Antara Refocusing dan Optimalisasi
Dosen kebijakan publik Universitas Brawijaya, Fadilah Putra, menjelaskan bahwa efisiensi anggaran bukanlah hal baru. "Efisiensi anggaran bukan hal baru karena dahulu namanya refokusing anggaran. Namun, perbedaannya dari sisi tujuan. Efisiensi anggaran di kisaran 10 persen dan masih ada 90 persen yang harus diawasi," ujarnya. Beliau juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap sisa anggaran 90 persen tersebut untuk memastikan alokasi yang tepat dan efektif.
Fadilah Putra menambahkan beberapa poin penting terkait politik kebijakan anggaran, termasuk politik sebagai kekuasaan dan kendali anggaran serta evaluasi kinerja politik dalam sudut pandang tindakan kolektif. Hal ini menunjukkan kompleksitas kebijakan anggaran yang tidak hanya berfokus pada angka-angka, tetapi juga pada aspek politik dan sosial.
Sementara itu, Umar Sholahudin, dosen FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, melihat kebijakan efisiensi anggaran ini sebagai sebuah paradoks. Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan ini jika struktur kabinet tetap besar dan biaya birokrasi tinggi. "Besarnya biaya birokrasi bisa mengimbangi atau bahkan melebihi penghematan yang dihasilkan dari pemangkasan di pos anggaran lain. Kebijakan efisiensi anggaran harus transparan," tegasnya.
Potensi Risiko dan Tantangan
Umar Sholahudin juga mengingatkan potensi dampak negatif dari pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Pemotongan anggaran yang ugal-ugalan, menurutnya, dapat mengancam pelayanan publik di sektor-sektor krusial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Hal ini tentu akan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Senada dengan Umar, Dr. Suji dari FISIP Unej, memaparkan hubungan antara efisiensi anggaran dan pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan pentingnya strategi yang tepat dalam pemotongan anggaran agar tidak memperlambat pertumbuhan ekonomi. "Pengalihan ke sektor yang jenuh dapat berdampak pada permintaan agregat tetap, tetapi produktivitas menurun karena alokasi tidak optimal," jelasnya. Artinya, efisiensi anggaran harus diiringi dengan perencanaan yang matang dan terarah.
Dr. Suji juga menyoroti pentingnya memastikan agar pemotongan anggaran tidak berdampak negatif terhadap permintaan agregat dan produktivitas. Alokasi anggaran yang tidak optimal dapat mengurangi efektivitas kebijakan efisiensi anggaran dan justru merugikan perekonomian.
Kesimpulan
Seminar di Unej ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Prabowo Subianto. Meskipun kebijakan ini memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara dan menekan defisit fiskal, para pakar mengingatkan pentingnya perencanaan yang matang, transparansi, dan pengawasan yang ketat agar kebijakan ini tidak berdampak negatif pada sektor-sektor penting dan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada strategi implementasi yang tepat dan terukur.