Pemotongan Biaya Pengawasan Proyek di Maluku: Wajar atau Tidak?
Legislator Maluku debat mengenai kewajaran pemotongan biaya pengawasan proyek PUPR, dengan temuan ketidakwajaran di beberapa dinas selain PUPR.
Ambon, 12 April 2024 - Polemik terkait pemotongan biaya pengawasan proyek pembangunan di Maluku mencuat ke permukaan. Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, menyatakan bahwa pemotongan biaya perencanaan dan pengawasan proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) masih dalam batas kewajaran. Pernyataan ini disampaikan setelah rapat kerja tertutup Komisi III dengan Kepala Dinas PUPR Maluku, Ismail Usemahu.
Rapat tersebut membahas temuan terkait pemotongan biaya yang signifikan pada sejumlah proyek, baik proyek reguler maupun proyek pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Penjelasan dari Kadis PUPR mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembangunan Gedung Negara, yang mengatur besaran pemotongan biaya berdasarkan nilai proyek.
Namun, persepsi kewajaran ini ternyata tidak berlaku menyeluruh di semua dinas. Komisi III menemukan adanya perbedaan signifikan dalam praktik pemotongan biaya di dinas-dinas lain.
Pemotongan Biaya di PUPR Dianggap Wajar
Menurut Richard Rahakbauw, pemotongan biaya di Dinas PUPR Maluku, yang mencapai 15 persen, masih dapat dipertanggungjawabkan. Ia menjelaskan bahwa besaran pemotongan bervariasi tergantung nilai proyek. "Apabila nilai proyek kecil maka biaya perencanaan dan pengawasan semakin besar, yakni jika nilai proyek antara nol rupiah hingga Rp100 juta, maka pemotongan sekitar 53 persen," ungkap Richard, mengutip penjelasan Kadis PUPR. Untuk proyek senilai Rp250 juta hingga Rp500 juta, pemotongan sebesar 35 persen diterapkan, sementara proyek di atas Rp1 miliar dikenakan pemotongan 23 persen.
Meskipun terdapat aturan tersebut, Dinas PUPR Maluku dalam praktiknya hanya melakukan pemotongan sebesar 15 persen. Hal ini, menurut Richard, menunjukkan komitmen untuk meminimalkan pemotongan dan memastikan pengawasan proyek tetap efektif.
Penjelasan ini disampaikan Richard sebagai tanggapan atas temuan awal terkait pemotongan biaya proyek. Pihaknya menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran proyek pemerintah.
Ketidakwajaran Pemotongan Biaya di Dinas Lain
Namun, situasi berbeda ditemukan di Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Perikanan, dan Dinas Pertanian. Komisi III DPRD Maluku menilai pemotongan biaya perencanaan dan pengawasan di dinas-dinas tersebut tidak wajar dan perlu diselidiki lebih lanjut. Besaran pemotongan yang dianggap tidak wajar ini menjadi fokus perhatian Komisi III.
"Karena itu kami akan melakukan rapat gabungan Komisi II dan III untuk memanggil Dinas Perumahan, DKP, dan Dinas Pertanian guna memberikan penjelasan berkaitan dengan proyek-proyek pokok pikiran maupun proyek reguler yang pemotongan biayanya sangat besar," tegas Richard. Langkah ini diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran di setiap dinas.
Pimpinan DPRD Maluku juga akan memanggil mitra kerja masing-masing komisi untuk mendapatkan penjelasan teknis dan lengkap terkait praktik pemotongan biaya ini. "Sebab pemotongan yang besar seperti ini menurut DPRD tidak logis," tambah Richard. Hal ini menunjukkan keseriusan DPRD Maluku dalam mengawasi penggunaan anggaran pemerintah.
Langkah-langkah tersebut diambil untuk memastikan penggunaan anggaran negara untuk proyek-proyek pembangunan di Maluku berjalan sesuai aturan dan transparan. Komisi III DPRD Maluku berkomitmen untuk memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara efektif dan efisien untuk kepentingan masyarakat.
Kesimpulan
Perbedaan praktik pemotongan biaya di berbagai dinas di Maluku menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran. Langkah DPRD Maluku untuk memanggil pihak-pihak terkait menunjukkan komitmen untuk mengusut tuntas permasalahan ini dan memastikan penggunaan anggaran yang tepat guna.