Penerimaan Pajak Indonesia Membaik: Pertumbuhan Positif 6,6 Persen per 17 Maret
Menteri Keuangan Sri Mulyani laporkan perbaikan signifikan penerimaan pajak hingga 17 Maret 2025, mencapai pertumbuhan positif 6,6 persen.
Jakarta, 18 Maret 2025 - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar baik mengenai kinerja penerimaan pajak Indonesia. Dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa, ia melaporkan adanya perbaikan signifikan pada penerimaan pajak hingga tanggal 17 Maret 2025.
Sri Mulyani menjelaskan, "Penerimaan pajak pada bulan Maret terus menunjukkan tren yang positif. Penerimaan bruto antara tanggal 1 sampai 17 Maret 2025 bahkan sudah menunjukkan pertumbuhan positif 6,6 persen."
Perbaikan ini sangat signifikan jika dibandingkan dengan data terakhir pada 28 Februari 2025, di mana penerimaan pajak bruto masih tercatat negatif 3,8 persen. Artinya, dalam waktu kurang dari tiga minggu, terjadi perubahan drastis (turn around) dalam tren penerimaan pajak.
Tren Positif Penerimaan Pajak Maret 2025
Pertumbuhan positif 6,6 persen pada penerimaan pajak hingga 17 Maret 2025 menjadi indikator membaiknya kondisi ekonomi dan kepatuhan wajib pajak. Sri Mulyani menjelaskan bahwa capaian ini merupakan hasil dari berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan pengawasan perpajakan.
Meskipun demikian, Menkeu juga menjelaskan konteks penerimaan negara pada bulan Februari 2025 yang sempat menunjukkan angka negatif. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh faktor restitusi yang cukup besar, sehingga data pada bulan tersebut belum sepenuhnya stabil.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya melihat data penerimaan pajak secara menyeluruh dan tidak hanya berfokus pada satu bulan tertentu. Tren positif yang ditunjukkan pada bulan Maret menjadi bukti efektifitas strategi pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara.
Penjelasan Perlambatan Penerimaan Pajak Januari-Februari 2025
Realisasi penerimaan pajak pada Januari hingga Februari 2025 memang tercatat sebesar Rp187,8 triliun, turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp269,02 triliun). Namun, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menjelaskan bahwa perlambatan ini merupakan hal yang normal.
Secara historis, penerimaan pajak pada Januari dan Februari memang cenderung lebih rendah dibandingkan Desember, karena pengaruh musim liburan Natal dan Tahun Baru. Setelah pergantian tahun, transaksi cenderung kembali normal, sehingga penerimaan pajak pun ikut menyesuaikan.
Anggito menambahkan, terdapat dua faktor utama yang menyebabkan perlambatan penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025: penurunan harga komoditas dan dampak kebijakan administratif.
Penurunan harga komoditas utama seperti batu bara (-11,8 persen), brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen) turut memengaruhi penerimaan pajak. Selain itu, sistem tarif efektif rata-rata (TER) yang diterapkan sejak Januari 2024 juga menimbulkan lebih bayar senilai Rp16,5 triliun yang perlu dikembalikan pada Januari dan Februari 2025. Relaksasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) juga menjadi faktor yang turut berkontribusi.
Meskipun terdapat perlambatan pada awal tahun, tren positif penerimaan pajak pada Maret 2025 menunjukkan optimisme bagi perekonomian Indonesia. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui berbagai strategi dan kebijakan yang tepat sasaran.