PIER Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025: Waspadai Ancaman Perang Dagang!
Permata Institute for Economic Research (PIER) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 menjadi 4,5-5 persen, mempertimbangkan risiko global terutama perang dagang AS-Tiongkok.
Jakarta, 14 Mei 2025 - Permata Bank, melalui Permata Institute for Economic Research (PIER), baru-baru ini merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Angka sebelumnya yang mencapai 5,11 persen, kini diturunkan menjadi kisaran 4,5 persen hingga 5 persen, dengan titik tengah 4,78 persen. Revisi ini mencerminkan dampak potensial dari ketidakpastian ekonomi global, khususnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Menurut Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank, revisi ini memperhitungkan berbagai faktor risiko global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dampak langsung kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia relatif terbatas. Namun, dampak tidak langsung melalui mitra dagang utama Indonesia yang juga terkena dampak tarif tersebut perlu diwaspadai. Hal ini berpotensi mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia dan proyeksi harga komoditas ekspor utama.
Ketidakpastian global akibat perang dagang diperkirakan akan menekan laju investasi dan konsumsi domestik. "Pertumbuhan ekonomi ini masih akan bergerak di bawah 5 persen kurang lebih sampai dengan 2026 dan baru akan rebound di kisaran 5 persen nanti di 2027," ujar Josua dalam acara 'PIER Q1 2025 Economic Review' di Jakarta.
Dampak Perang Dagang dan Strategi Pemerintah
Josua menambahkan bahwa ketidakpastian perang dagang mendorong sikap wait and see dari investor dan pelaku usaha, sehingga menunda investasi dan ekspansi. Pemerintah diharapkan memberikan respons kebijakan countercyclical, dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus yang tepat sasaran untuk mendorong konsumsi dan investasi. "Sekalipun government spending dampaknya atau share-nya terhadap ekonomi tidak besar, namun multiplier effect-nya kepada konsumsi dan investasi ini cukup besar," jelasnya.
Meskipun fokus pemerintah pada program makan bergizi gratis (MBG) cukup besar, PIER memperkirakan defisit fiskal tetap terjaga di kisaran 2,75 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, PIER juga menekankan pentingnya peningkatan produktivitas fiskal. Pemerintah didorong untuk memprioritaskan proyek-proyek yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, guna mengimbangi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
PIER mengakui bahwa tantangan eksternal cukup berat, sementara konsumsi kelas menengah dalam negeri juga tertekan. Oleh karena itu, kebijakan fiskal pemerintah perlu dilakukan dengan hati-hati dan terukur. "Harapannya kebijakan MBG ataupun kebijakan investasi yang diambil akan bisa menggerakkan ekonomi Indonesia ke depannya," kata Josua.
Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 2025
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal pertama 2025 tercatat 4,87 persen year on year (yoy), melambat dibandingkan 5,02 persen pada kuartal sebelumnya. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal ketiga 2021. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang biasanya menjadi penggerak utama ekonomi, melambat tipis menjadi 4,89 persen yoy, terutama karena melemahnya daya beli pada sub-komponen makanan dan minuman serta transportasi dan komunikasi.
Pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) juga menurun menjadi 2,12 persen yoy, disebabkan oleh melemahnya investasi pada bangunan dan struktur serta mesin dan peralatan. Belanja pemerintah mengalami kontraksi 1,38 persen yoy, setelah tahun sebelumnya meningkat karena aktivitas Pemilu. Di sisi lain, ekspor barang dan jasa meningkat, didukung oleh kinerja ekspor nonmigas yang lebih kuat.
Secara keseluruhan, PIER melihat kondisi tahun ini dihadapkan pada tantangan eksternal yang cukup berat. Kondisi ini diperparah dengan tekanan pada konsumsi kelas menengah di dalam negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan fiskal yang hati-hati dan terukur untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.