Puasa: Bukan Sekadar Ibadah, tapi Juga Booster Kesehatan Otak
Kepala BPOM ungkap 3 manfaat luar biasa puasa bagi kesehatan saraf otak: meningkatkan kinerja otak, ketahanan mental, dan fungsi kognitif, berdasarkan perspektif neurosains.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, baru-baru ini mengungkapkan manfaat puasa tidak hanya sebatas ibadah spiritual, tetapi juga memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan otak. Dalam Kultum (Kuliah Tujuh Menit) Ramadan di Masjid As-Salam Kantor BPOM, beliau menjelaskan tiga keuntungan utama puasa bagi kesehatan saraf otak berdasarkan perspektif neurosains. Pernyataan ini disampaikan pada Senin, 3 Juli 2023, di Jakarta.
Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa berpuasa dapat mengganggu konsentrasi dan menurunkan kemampuan berpikir jernih. Namun, Taruna, yang juga seorang ilmuwan neurosains, membantah anggapan tersebut. Beliau menjelaskan bahwa puasa justru dapat meningkatkan kinerja otak, ketahanan mental, dan fungsi kognitif secara keseluruhan.
Lebih lanjut, Taruna menekankan bahwa perintah berpuasa dalam QS. Al-Baqarah ayat 183 bukan hanya sebatas ajaran agama, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas diri secara spiritual, mental, dan fisik. Puasa, menurutnya, memiliki dampak positif yang luas, meliputi aspek psikologis, spiritual, dan neurologis.
Meningkatkan Kinerja Otak Lewat Neurosinaptik, Neurogenesis, dan Neurokompensasi
Taruna menjelaskan tiga mekanisme utama bagaimana puasa berdampak positif pada otak. Pertama, puasa memengaruhi neurosinaptik. Proses ini berkaitan dengan pembelajaran baru dan pembentukan koneksi saraf baru di otak. Dengan berpuasa, otak dilatih untuk beradaptasi, sehingga membentuk pola pikir yang lebih positif. Misalnya, seseorang yang mudah marah dapat menjadi lebih sabar setelah menjalankan puasa.
Kedua, puasa merangsang neurogenesis, yaitu proses regenerasi sel-sel saraf di otak. Proses ini menggantikan sel-sel saraf yang rusak atau mati, sehingga otak menjadi lebih segar dan kemampuan mengingat meningkat. Puasa, menurut Taruna, memicu proses otofagi, di mana sel-sel otak yang rusak dihancurkan dan digantikan oleh sel-sel baru yang lebih sehat.
Ketiga, puasa meningkatkan neurokompensasi. Proses ini sangat penting, terutama bagi mereka yang sudah lanjut usia, di mana plastisitas otak cenderung menurun. Dengan berpuasa, otak dilatih untuk bekerja lebih efisien dan mengkompensasi penurunan fungsi kognitif yang terkait dengan penuaan. Otak akan beradaptasi dan berupaya meningkatkan kinerja secara optimal.
Manfaat Puasa: Lebih dari Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga
Lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, puasa memberikan dampak positif yang menyeluruh bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan memahami hikmah di balik ibadah puasa, seseorang akan merasakan sendiri manfaatnya bagi peningkatan kesadaran spiritual, pengendalian diri, serta kesehatan fisik dan mental. Puasa menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Taruna menyimpulkan bahwa puasa Ramadan, selain sebagai ibadah, juga memiliki manfaat besar bagi kesehatan otak dan pembentukan karakter. “Berpuasalah untuk menjadi lebih sehat, lebih bagus, dan lebih terhormat. Niat kita melakukan puasa Ramadhan dalam persepsi kesehatan dan dalam persepsi neurosains memiliki manfaat yang sangat besar untuk terbentuknya pribadi-pribadi yang mulia, cerdas, dan bertaqwa, seperti tercantum dalam Al Quran,” kata Taruna.
Dengan demikian, puasa bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga praktik yang dapat meningkatkan kesehatan otak dan kualitas hidup secara komprehensif. Manfaat ini mencakup peningkatan kinerja kognitif, ketahanan mental, dan regenerasi sel-sel saraf. Hal ini menegaskan pentingnya puasa sebagai bagian dari gaya hidup sehat dan seimbang.