Smelter Dongkrak Penerimaan Negara di Maluku Utara, Tembus Rp413 Miliar!
Aktivitas smelter di Halmahera Selatan dan Halmahera Tengah berkontribusi signifikan terhadap peningkatan penerimaan negara di Maluku Utara, mencapai target Rp413 miliar di tahun 2025.
Ternate, 15 Mei 2025 - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Ternate mengumumkan kontribusi signifikan smelter di Halmahera Selatan dan Halmahera Tengah terhadap peningkatan penerimaan negara di Maluku Utara. Kenaikan ini menunjukkan dampak positif aktivitas ekonomi di daerah tersebut terhadap pendapatan negara. Hal ini juga menunjukkan tren positif perekonomian Maluku Utara yang didorong oleh sektor pertambangan.
Kepala Bea Cukai Ternate, Jaka Riyadi, mengungkapkan bahwa target penerimaan negara di Maluku Utara pada tahun 2025 mencapai angka Rp413 miliar. Capaian di kuartal pertama tahun lalu hanya sekitar Rp66,8 miliar, namun tahun ini mengalami peningkatan hingga 110 persen. "Penerimaan terbesar masih didominasi kegiatan smelter di Kabupaten Halmahera Selatan dan Kabupaten Halmahera Tengah," ungkap Jaka Riyadi dalam wawancara di Ternate.
Peningkatan ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam di Maluku Utara. Kontribusi sektor pertambangan, khususnya smelter, menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi daerah dan penerimaan negara. Keberhasilan ini juga menunjukkan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan terintegrasi.
Kontribusi Smelter dan Surplus Perdagangan
Jaka Riyadi menambahkan bahwa neraca perdagangan di Maluku Utara juga menunjukkan tren positif. Devisa ekspor mencapai 3,24 miliar dolar AS, sementara devisa impor sebesar 1,15 miliar dolar AS, menghasilkan surplus perdagangan sebesar 2,09 miliar dolar AS pada kuartal pertama 2025. "Kondisi ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi daerah, karena Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku Utara sangat dipengaruhi oleh aktivitas smelter di Halteng dan Halsel," jelasnya.
Selain sektor tambang, kontribusi ekspor dari sektor non-tambang, khususnya perikanan, juga turut meningkatkan penerimaan negara. Hal ini menunjukkan diversifikasi ekonomi Maluku Utara yang semakin berkembang. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya untuk menciptakan perekonomian yang lebih berkelanjutan.
Bea Cukai Ternate berharap tren positif ini berlanjut, baik dari sektor tambang maupun non-tambang, demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan perekonomian daerah melalui pengelolaan sumber daya alam yang optimal dan berkelanjutan.
Isu Global dan Kinerja APBN Regional
Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Maluku Utara, Tunas Agung Jiwa Brat, memaparkan perkembangan terkini kondisi ekonomi dan kinerja APBN Regional Maluku Utara. Ia menyoroti beberapa isu global, antara lain pergantian pemerintahan di Amerika Serikat yang berdampak pada kebijakan tarif, rivalitas antara AS dan Tiongkok, serta meningkatnya eskalasi geopolitik yang memicu ketidakpastian global.
Meskipun demikian, indikator ekonomi domestik tetap tangguh. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 mencapai 5,03 persen, lebih baik dibandingkan sejumlah negara di Kawasan ASEAN dan G20. Hal ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Neraca perdagangan Maluku Utara pada Maret 2025 masih surplus sebesar 712,49 juta dolar AS. Ekspor tercatat 1.322,71 juta dolar AS, sementara impor 610,22 juta dolar AS. Ferronickel mendominasi devisa ekspor (2.008 juta dolar AS), sedangkan impor terbesar adalah peralatan mesin untuk pengolahan nikel (176,59 juta dolar AS).
Komoditas ekspor non-tambang utama berasal dari sektor perikanan, meliputi tuna beku (1.544,87 ribu dolar AS), kepiting bakau (102,49 ribu dolar AS), dan udang ronggeng (0,90 ribu dolar AS).
Inflasi dan Komoditas Penyumbang
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Maluku Utara mengalami inflasi 2,32 persen secara tahunan dan 2,65 persen secara bulanan. Peningkatan konsumsi selama Ramadhan dan Idul Fitri menjadi faktor penyebabnya. Komoditas utama penyumbang inflasi adalah cabai rawit, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan, dan tomat.
Pemerintah terus memantau dan mengendalikan inflasi agar tetap terjaga stabilitas harga barang dan jasa. Hal ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Kebijakan pemerintah dalam mengendalikan inflasi akan terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi ekonomi terkini.