Tantangan Implementasi Pajak Kripto di Indonesia: Indodax Soroti PPN dan Transaksi Luar Negeri
CEO Indodax ungkap tantangan implementasi pajak kripto di Indonesia, terutama terkait pajak transaksi luar negeri dan PPN, seraya menyoroti perbedaan sistem pajak kripto Indonesia dengan negara lain.
Jakarta, 23 Februari 2024 - CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengungkapkan sejumlah tantangan dalam implementasi regulasi pajak kripto di Indonesia meskipun aturan tersebut telah berlaku sejak tahun 2022. Permasalahan utama yang disoroti adalah pajak transaksi kripto yang dilakukan di luar negeri dan keberadaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi kripto.
Pajak kripto di Indonesia pertama kali diterapkan pada tahun 2017 setelah kripto dinyatakan sebagai komoditas yang legal untuk diperdagangkan berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan. Pada periode 2017-2022, sistem yang diterapkan adalah *self-reporting*, di mana para wajib pajak melaporkan sendiri pendapatan kripto mereka dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) progresif.
Namun, sejak tahun 2022, pemerintah Indonesia memberlakukan pajak final atas transaksi kripto di bursa kripto berizin. Pajak ini terdiri dari PPh final sebesar 0,1 persen dan PPN sebesar 0,11 persen. Menurut Oscar, "Skema ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tarif pajak kripto paling rendah di dunia. Kebijakan ini lebih kompetitif dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan pajak progresif berdasarkan keuntungan."
Perbandingan Pajak Kripto Indonesia dengan Negara Lain
Oscar memberikan perbandingan dengan negara lain. Di Amerika Serikat, misalnya, pajak atas keuntungan kripto bisa mencapai 40 persen, terutama bagi investor berpenghasilan tinggi. Di Eropa, tarifnya bahkan bisa mencapai 50 persen. Sebaliknya, di Dubai dan beberapa negara Timur Tengah, transaksi kripto sepenuhnya bebas pajak karena tidak ada pajak penghasilan.
Indonesia, menurut Oscar, menjadi satu-satunya negara yang menerapkan sistem pajak final untuk kripto, mirip dengan mekanisme perpajakan di pasar saham. Kebanyakan negara lain masih menggunakan skema PPh progresif, di mana semakin besar keuntungan, semakin tinggi pajak yang dikenakan. "Dengan adanya pajak final, tarif pajak kripto di Indonesia justru lebih ringan dibandingkan negara-negara lain yang mengenakan pajak berbasis keuntungan," tegasnya.
Meskipun lebih rendah, sistem pajak final dinilai kurang ideal karena tetap dikenakan meskipun trader mengalami kerugian, berbeda dengan skema *capital gains tax* yang hanya dikenakan saat ada keuntungan. Hal ini menjadi salah satu poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam perbaikan regulasi.
Tantangan Transaksi Luar Negeri dan Revisi PMK 68 Tahun 2022
Tantangan lain muncul dari transaksi kripto yang dilakukan melalui bursa kripto luar negeri. Hingga saat ini, belum ada sistem yang jelas untuk memungut pajak dari transaksi tersebut. PMK 68 tahun 2022 menetapkan PPh final sebesar 0,2 persen untuk transaksi di bursa kripto luar negeri atau yang belum berizin dari OJK, namun implementasinya masih menimbulkan ketidakpastian.
Oscar menjelaskan, "Seharusnya, bursa kripto luar negeri yang memungut pajak, bukan tradernya. Tapi karena belum ada mekanisme pemungutan oleh bursa luar negeri, akhirnya trader yang harus melaporkan sendiri. Bahkan, di beberapa wilayah, pajak yang dikenakan masih menggunakan skema PPh progresif. Hal ini menyebabkan perbedaan interpretasi di berbagai kantor pajak."
Ia berharap revisi PMK 68 tahun 2022 dapat menghapus PPN agar biaya transaksi semakin kompetitif dan mendorong adopsi kripto di Indonesia. Penghapusan PPN dinilai penting karena aset kripto kini berada di bawah regulasi OJK sebagai aset keuangan, sehingga seharusnya tidak dikenakan PPN seperti produk keuangan lainnya.
Kesimpulan
Implementasi pajak kripto di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait transaksi luar negeri dan PPN. Meskipun sistem pajak final yang diterapkan saat ini tergolong rendah dibandingkan negara lain, perbaikan regulasi tetap diperlukan untuk menciptakan ekosistem kripto yang lebih sehat dan kompetitif, serta mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia tanpa membebani investor dan trader.