44 Kasus Pungli di Imigrasi Soetta: Momentum Perbaikan Layanan
Laporan 44 kasus pungutan liar oleh Kedubes RRT di Bandara Soetta mendorong Kementerian Imigrasi untuk berbenah dan meningkatkan layanan, serta mencegah praktik serupa di masa depan.

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (KIM) menyatakan akan memperbaiki layanannya setelah Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) melaporkan 44 kasus pungutan liar (pungli) di Bandara Soekarno-Hatta. Informasi ini, menurut Menteri Imigrasi Agus Andrianto, menjadi momentum penting bagi reformasi internal.
Dalam keterangannya Minggu lalu, Menteri Agus menyampaikan rasa terima kasih atas laporan Kedubes RRT. Ia menegaskan komitmen KIM untuk terus meningkatkan integritas dan pelayanannya, baik di bidang imigrasi maupun pemasyarakatan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama dalam upaya perbaikan ini.
Laporan Kedubes RRT, berupa surat resmi tertanggal 21 Januari 2025, mengungkap detail 44 kasus pungli terhadap warga negara Tiongkok di Bandara Soekarno-Hatta. Total kerugian mencapai Rp32.750.000, yang telah dikembalikan kepada lebih dari 60 WNA Tiongkok. Namun, Kedubes RRT memperkirakan jumlah sebenarnya jauh lebih besar, mengingat banyaknya warga negara mereka yang enggan melapor karena berbagai alasan.
Menteri Agus mengakui bahwa tanpa laporan dari Kedubes RRT, kasus-kasus ini mungkin tidak terungkap. Oleh karena itu, informasi tersebut menjadi berkah tersendiri untuk melakukan langkah perbaikan secara cepat. Kejadian ini juga menjadi peringatan keras bagi seluruh petugas imigrasi agar selalu menjunjung tinggi amanah dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Sebagai tindak lanjut, KIM berencana untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan aturan di Bandara Soekarno-Hatta. Selain itu, KIM menyambut baik saran Kedubes RRT untuk memasang tanda larangan memberi tip dalam Bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris di area pemeriksaan imigrasi. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kesadaran bagi seluruh pihak.
Lebih lanjut, Kedubes RRT juga menyarankan agar larangan memberi tip juga disampaikan kepada agen perjalanan asal Tiongkok. Hal ini bertujuan untuk mencegah praktik suap dari sejak awal dan menciptakan lingkungan yang bersih dan transparan dalam proses imigrasi.
Secara keseluruhan, kasus pungli ini menjadi pembelajaran berharga bagi KIM. Dengan adanya laporan dan kerjasama dengan Kedubes RRT, KIM berkomitmen untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas layanan imigrasi demi memberikan pengalaman yang lebih baik bagi seluruh warga negara asing yang berkunjung ke Indonesia.