Anak Bos Rental Mobil Tolak Restitusi Kasus Penembakan, Fokus Perberat Hukuman Terdakwa
Anak bos rental mobil yang tewas ditembak di Tol Tangerang-Merak menyatakan bahwa mereka tidak menargetkan restitusi, melainkan fokus pada pemberatan hukuman bagi para terdakwa.

Jakarta, 25 Maret 2024 - Sebuah kasus penembakan yang menewaskan Ilyas Abdurrahman, bos rental mobil, di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada bulan lalu, berlanjut dengan keputusan mengejutkan dari Pengadilan Militer II-08 Jakarta. Agam Muhammad Nasrudin dan Rizky Agam Syahputra, anak-anak korban, menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengincar restitusi atau ganti rugi finansial dari para terdakwa, anggota TNI AL yang terlibat dalam insiden tersebut. Pernyataan ini muncul setelah pengadilan menolak permohonan restitusi yang diajukan oleh pihak keluarga korban.
Keputusan pengadilan untuk menolak restitusi diambil dengan pertimbangan ketidakmampuan para terdakwa untuk membayar jumlah yang dituntut. Hal ini disampaikan langsung oleh Hakim Ketua Letnan Kolonel Chk Arif Rachman dalam sidang pembacaan vonis. "Bahwa atas permohonan restitusi yang diajukan oleh pemohon melalui oditur militer tersebut maka majelis hakim berpendapat tidak dapat mengabulkan permohonan restitusi yang dibebankan kepada para terdakwa sebagaimana dalam tuntutan oditur militer," jelas Arif Rachman.
Meskipun demikian, Agam Muhammad Nasrudin menegaskan bahwa pengajuan restitusi merupakan bagian dari proses hukum yang mereka tempuh. "Kami sejak awal tidak menargetkan akan terkabulnya restitusi tersebut. Karena kami tahu keadaan terdakwa tidak akan sanggup untuk membayar restitusi tersebut," ungkap Agam usai sidang. Ia menekankan bahwa tujuan utama keluarga korban bukanlah uang ganti rugi, melainkan untuk memastikan bahwa para terdakwa menerima hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka.
Fokus Pemberatan Hukuman, Bukan Restitusi
Agam menjelaskan bahwa pengajuan restitusi ditujukan untuk memperberat hukuman bagi ketiga terdakwa TNI AL. Ia menyatakan bahwa keluarga korban telah menerima santunan sebesar Rp100 juta dari pihak terdakwa, dan santunan tersebut tidak berkaitan dengan tuntutan restitusi. "Apabila para terdakwa tidak sanggup membayarnya, kami sudah siap. Karena tujuan kami dari awal untuk memberatkan para terdakwa," tegas Agam. Pernyataan ini menunjukkan fokus keluarga korban lebih tertuju pada aspek keadilan dan hukuman yang setimpal, bukan pada aspek finansial.
Lebih lanjut, Agam menjelaskan bahwa pengajuan restitusi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga korban memahami dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku, meskipun pada akhirnya permohonan restitusi tersebut ditolak oleh pengadilan. Mereka tetap menghormati proses hukum yang berjalan.
Sikap keluarga korban yang tidak mempermasalahkan penolakan restitusi ini menunjukkan kedewasaan dan pemahaman mereka terhadap kondisi para terdakwa. Prioritas mereka adalah keadilan dan hukuman yang setimpal bagi para pelaku penembakan, bukan semata-mata keuntungan finansial.
Rincian Tuntutan Restitusi dan Vonis Pengadilan
Sebelumnya, Oditur Militer menuntut ketiga terdakwa, KLK Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Adli, dan Sersan Satu Rafsin Hermawan, untuk membayar restitusi dengan jumlah yang berbeda-beda. KLK Bambang Apri Atmojo dituntut membayar Rp209,6 juta kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp146,4 juta kepada Ramli, yang mengalami luka berat. Sersan Satu Akbar Adli dituntut membayar Rp147 juta kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp73 juta kepada keluarga Ramli. Sementara itu, Sersan Satu Rafsin Hermawan juga dituntut membayar jumlah yang sama dengan Akbar Adli, dengan hukuman subsider tiga bulan penjara jika tidak mampu membayar.
Namun, Hakim Ketua Letnan Kolonel Chk Arif Rachman menyatakan bahwa majelis hakim mempertimbangkan ketidakmampuan para terdakwa untuk membayar restitusi. Oleh karena itu, permohonan restitusi tersebut ditolak. Keputusan ini menunjukkan bahwa pengadilan juga mempertimbangkan aspek keadilan dan kemampuan finansial para terdakwa dalam mengambil keputusan.
Penolakan restitusi ini menjadi poin penting dalam kasus ini, menunjukkan bahwa pertimbangan keadilan tidak hanya berfokus pada aspek finansial, tetapi juga pada kemampuan terdakwa. Hal ini juga menunjukkan bahwa keluarga korban lebih memprioritaskan keadilan dan hukuman yang setimpal bagi para terdakwa daripada mengejar ganti rugi finansial.
Kesimpulan
Kasus penembakan ini menyoroti kompleksitas sistem peradilan dan pertimbangan yang beragam dalam menentukan hukuman. Meskipun permohonan restitusi ditolak, fokus keluarga korban pada pemberatan hukuman bagi para terdakwa menunjukkan komitmen mereka pada keadilan dan penegakan hukum.