Pengadilan Militer Tolak Restitusi Kasus Penembakan Bos Rental Mobil
Pengadilan Militer menolak permohonan restitusi untuk korban penembakan bos rental mobil di Tol Tangerang-Merak karena terdakwa dinilai tidak mampu dan terdapat kejanggalan dalam perhitungan restitusi.

Jakarta, 25 Maret 2024 - Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, menolak permohonan restitusi atau ganti rugi bagi korban penembakan bos rental mobil di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada 2 Januari 2024. Putusan ini dibacakan oleh Hakim Ketua Letnan Kolonel Chk Arif Rachman pada sidang Selasa, 25 Maret 2024. Kejadian tersebut mengakibatkan meninggalnya Ilyas Abdurrahman (bos rental) dan melukai Ramli. Tiga anggota TNI AL menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Hakim Arif Rachman menyatakan, "Bahwa atas permohonan restitusi yang diajukan oleh pemohon melalui oditur militer tersebut maka majelis hakim berpendapat tidak dapat mengabulkan permohonan restitusi yang dibebankan kepada para terdakwa sebagaimana dalam tuntutan oditur militer." Alasan penolakan ini didasarkan pada ketidakmampuan para terdakwa untuk membayar restitusi. Meskipun demikian, hakim menekankan bahwa kewajiban restitusi tetap melekat pada para terdakwa, dan kemungkinan penyelesaiannya dapat dilakukan di kemudian hari oleh terdakwa atau pihak ketiga. Keluarga korban tetap memiliki opsi untuk mengajukan gugatan perdata.
Putusan ini juga mempertimbangkan keterlibatan terdakwa lain di luar tiga anggota TNI AL yang diadili, yaitu Isra alias Ires (39) dan Ajat Supriatna (29). Majelis hakim menemukan beberapa kejanggalan dalam perhitungan nilai restitusi yang diajukan, seperti dimasukkannya pembayaran angsuran mobil rental yang tidak termasuk dalam kategori ganti rugi kehilangan kekayaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022. Selain itu, besaran restitusi dinilai tidak sesuai karena didasarkan pada nilai restitusi untuk kasus terorisme, padahal kasus ini bukan kasus terorisme.
Ketidakmampuan Terdakwa Membayar Restitusi
Majelis hakim menyatakan ketidakmampuan ketiga terdakwa, yaitu Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Adli, dan Sersan Satu Rafsin Hermawan, untuk membayar restitusi sebagai alasan utama penolakan. Mereka telah dijatuhi hukuman pokok dan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer, sesuai tuntutan oditur militer. Hakim menekankan bahwa putusan ini tidak menutup kemungkinan bagi keluarga korban untuk mencari jalur hukum lain untuk mendapatkan keadilan dan ganti rugi.
Sebelumnya, oditur militer menuntut ketiga terdakwa untuk membayar restitusi dengan jumlah yang berbeda-beda. KLK Bambang dituntut membayar Rp209,6 juta kepada keluarga Ilyas dan Rp146,4 juta kepada Ramli. Sersan Satu Akbar dituntut membayar Rp147 juta kepada keluarga Ilyas dan Rp73 juta kepada Ramli. Sedangkan Sersan Satu Rafsin dituntut membayar Rp147 juta kepada keluarga Ilyas dan Rp73 juta kepada Ramli, dengan subsider tiga bulan penjara.
Meskipun permohonan restitusi ditolak, hakim menegaskan bahwa hal ini tidak menghapuskan hak keluarga korban untuk mencari keadilan dan kompensasi atas kerugian yang diderita. Mereka masih dapat menuntut melalui jalur perdata di kemudian hari.
Kejanggalan Perhitungan Restitusi
Salah satu poin penting dalam putusan hakim adalah adanya kejanggalan dalam perhitungan nilai restitusi yang diajukan oleh oditur militer. Rincian kejanggalan tersebut meliputi:
- Pembayaran angsuran mobil rental: Penyertaan pembayaran angsuran mobil rental dalam perhitungan restitusi dinilai tidak tepat karena tidak termasuk dalam kategori ganti rugi kehilangan kekayaan.
- Nilai restitusi yang tidak sesuai: Nilai restitusi yang diajukan didasarkan pada standar restitusi untuk kasus terorisme, padahal kasus ini bukan merupakan kasus terorisme.
Atas dasar kejanggalan-kejanggalan tersebut, majelis hakim memutuskan untuk menolak permohonan restitusi yang diajukan oleh oditur militer.
Putusan ini memberikan gambaran kompleksitas dalam penegakan hukum, khususnya terkait restitusi bagi korban tindak pidana. Meskipun terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, proses penentuan dan pemberian restitusi masih memerlukan pertimbangan yang cermat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.