Komnas HAM Apresiasi Vonis Kasus Penembakan Bos Rental, Soroti Penolakan Restitusi
Komnas HAM menilai proses hukum kasus penembakan bos rental di Tol Tangerang-Merak berjalan baik, meskipun menolak permohonan restitusi untuk korban.

Jakarta, 26 Maret 2025 - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa proses penegakan hukum terkait kasus penembakan bos rental di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak berjalan dengan baik. Hal ini disampaikan menyusul vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta kepada tiga pelaku yang merupakan anggota TNI Angkatan Laut. Kejadian tersebut terjadi pada 2 Januari 2025 dan mengakibatkan tewasnya Ilyas Abdurrahman (bos rental) serta melukai Ramli.
Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, menyatakan bahwa putusan pengadilan sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM yang meminta penegakan hukum yang adil dan transparan. Vonis tersebut terdiri dari hukuman penjara seumur hidup bagi Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli, serta empat tahun penjara untuk Sersan Satu Rafsin Hermawan. Ketiganya juga dipecat dari dinas militer TNI Angkatan Laut.
Komnas HAM mengapresiasi putusan tersebut dan kinerja oditur militer yang menuntut para terdakwa. Namun, Komnas HAM menyoroti penolakan permohonan restitusi untuk korban, dan menekankan pentingnya mempertimbangkan restitusi untuk korban di masa depan dalam kasus serupa.
Vonis Terhadap Para Terdakwa
KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli divonis seumur hidup karena terbukti melakukan pembunuhan berencana dan penadahan yang berujung pada penembakan, melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sersan Satu Rafsin Hermawan divonis empat tahun penjara karena melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim menyatakan bahwa ketiga terdakwa terbukti bersalah dan harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sebagai prajurit terdidik, seharusnya mereka melindungi masyarakat, bukan membunuh rakyat. Pemecatan dari dinas militer merupakan konsekuensi dari tindakan mereka yang melanggar hukum dan kode etik.
Meskipun vonis hukuman penjara telah dijatuhkan, Komnas HAM menyoroti pentingnya pertimbangan restitusi bagi korban dan keluarga korban di masa mendatang.
Penolakan Restitusi dan Pertimbangan Majelis Hakim
Majelis hakim menolak permohonan restitusi dari korban dengan alasan terdakwa tidak mampu membayar. Selain itu, majelis hakim berpendapat bahwa mengajukan restitusi hanya kepada tiga terdakwa TNI tidak tepat karena terdapat terdakwa lain yang merupakan warga sipil, yaitu Isra alias Ires (39) dan Ajat Supriatna (29), yang juga terlibat dalam kasus ini.
Majelis hakim juga menilai beberapa komponen dalam permohonan restitusi tidak relevan, seperti pengeluaran pembayaran seluruh angsuran bulanan mobil sewa. Hal ini dianggap tidak termasuk dalam ganti rugi yang berkaitan dengan kehilangan kekayaan. Sebelumnya, oditur militer menuntut restitusi dengan jumlah yang berbeda kepada para terdakwa untuk keluarga Ilyas Abdurrahman dan Ramli.
Meskipun putusan pengadilan telah final, Komnas HAM tetap mendorong agar aspek restitusi untuk korban kejahatan mendapatkan perhatian yang lebih serius di masa depan. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dan pemulihan bagi korban dan keluarga mereka.
Komnas HAM berharap putusan ini menjadi preseden bagi penegakan hukum yang lebih baik dan berkeadilan di masa mendatang, dengan tetap memperhatikan hak-hak korban dan keluarga korban.