APBN 2025 Papua: Serapan Belanja Baru Rp1,46 Triliun, Masih Jauh dari Target
Realisasi belanja APBN 2025 di Papua Barat dan Papua Barat Daya baru mencapai Rp1,46 triliun atau 5,31 persen dari total pagu Rp27,443 triliun, didominasi oleh belanja pegawai.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode Januari 2025 di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya mencapai Rp1,46 triliun. Angka ini mencakup belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah (TKD). Informasi ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah DJPb Papua Barat, Purwadhi Adhiputranto, di Manokwari pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Rinciannya, belanja kementerian/lembaga terealisasi sebesar Rp230,81 miliar, sementara transfer ke daerah mencapai Rp1,227 triliun. Meskipun demikian, serapan belanja APBN tersebut baru mencapai 5,31 persen dari total pagu anggaran untuk kedua provinsi tersebut, yaitu Rp27,443 triliun. Hal ini menunjukkan masih rendahnya penyerapan anggaran di awal tahun.
Purwadhi menjelaskan lebih lanjut bahwa realisasi belanja kementerian/lembaga pada Januari 2025 mengalami kontraksi sebesar 18,66 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh rendahnya serapan belanja barang dan belanja modal.
Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga
Realisasi belanja kementerian/lembaga di Papua Barat dan Papua Barat Daya pada Januari 2025 menunjukkan kinerja yang kurang optimal. Belanja barang baru terserap 0,99 persen atau Rp25,01 miliar dari pagu anggaran, sementara belanja modal hanya mencapai 0,30 persen atau Rp4,79 miliar. Kondisi ini, menurut Purwadhi, dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat.
Meskipun demikian, realisasi belanja pegawai justru menunjukkan kinerja yang lebih baik. Dengan realisasi Rp200,95 miliar atau 7,59 persen dari total pagu Rp2,648 triliun, belanja pegawai menjadi komponen dengan serapan tertinggi. Purwadhi menambahkan bahwa kinerja belanja pegawai ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024, berkat ketepatan waktu pembayaran gaji ASN, TNI-Polri, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja.
Rendahnya serapan belanja barang dan modal menunjukkan perlunya evaluasi dan percepatan pelaksanaan program pemerintah di kedua provinsi tersebut. Hal ini penting untuk memastikan agar anggaran yang telah dialokasikan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien demi pembangunan di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Transfer ke Daerah (TKD)
Berbeda dengan belanja kementerian/lembaga, realisasi transfer ke daerah (TKD) menunjukkan kinerja yang lebih positif. Realisasi TKD untuk seluruh pemerintah daerah di Papua Barat dan Papua Barat Daya mencapai 6,05 persen dari total pagu Rp20,305 triliun, dan mengalami pertumbuhan 48,01 persen (yoy).
Beberapa komponen TKD yang berkontribusi signifikan terhadap realisasi positif ini antara lain Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp137,47 miliar (2,95 persen), Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp913,39 miliar (10,71 persen), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik sebesar Rp176 miliar (pertumbuhan 14,51 persen dibandingkan tahun 2024).
Namun, masih terdapat beberapa komponen TKD yang belum terserap, antara lain DAK fisik (Rp1,138 triliun), Dana Otonomi Khusus (Otsus) (Rp3,345 triliun), Dana Desa (Rp1,377 triliun), dan Dana Insentif Fiskal (Rp36,67 miliar). Pemerintah perlu memperhatikan hal ini dan melakukan upaya percepatan agar penyerapan anggaran dapat lebih optimal.
Alokasi APBN 2025 untuk Papua Barat mencapai Rp16,60 triliun dan Rp10,82 triliun untuk Papua Barat Daya, sehingga total APBN untuk kedua provinsi tersebut adalah Rp27,42 triliun.
Secara keseluruhan, realisasi belanja APBN di Papua Barat dan Papua Barat Daya pada Januari 2025 masih tergolong rendah. Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mempercepat serapan anggaran, terutama pada belanja barang dan modal, serta komponen TKD yang belum terserap.