Barantin Dukung Hilirisasi Sarang Burung Walet: Dorong Nilai Tambah dan Ciptakan Lapangan Kerja
Badan Karantina Indonesia (Barantin) mendukung penuh hilirisasi sarang burung walet untuk meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas pasar ekspor.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Badan Karantina Indonesia (Barantin) mendukung penuh hilirisasi sarang burung walet (SBW) di Indonesia. Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean, menyampaikan komitmen ini dalam lokakarya nasional di UGM, Yogyakarta, pada Sabtu, 26 April. Hilirisasi ini bertujuan meningkatkan nilai tambah SBW, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas pasar ekspor, sesuai arahan Presiden RI. Langkah ini penting karena Indonesia merupakan produsen SBW terbesar dunia, namun selama ini sebagian besar diekspor dalam bentuk mentah.
Langkah hilirisasi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di sektor pengolahan SBW. Dengan adanya pabrik pengolahan di dalam negeri, nilai jual SBW akan meningkat secara signifikan, dan Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku mentah, tetapi juga produk olahan SBW dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Dukungan Barantin terhadap hilirisasi SBW ini juga merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan ekonomi nasional. Dengan mengolah SBW di dalam negeri, Indonesia dapat mengendalikan harga dan kualitas produk, serta menciptakan lapangan kerja baru. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat, khususnya di daerah penghasil SBW.
Hilirisasi Sarang Burung Walet: Sebuah Langkah Strategis
Sahat Manaor Panggabean menegaskan komitmen Barantin untuk mendukung hilirisasi SBW, menolak revisi protokol ekspor bahan mentah. Ia menyebutkan tiga perusahaan telah menyatakan minat membangun pabrik hilirisasi di Indonesia. Hilirisasi diyakini akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja yang signifikan. Dari 49 perusahaan pemrosesan SBW untuk ekspor ke China saja, diperkirakan akan menyerap 24.400 tenaga kerja langsung, belum termasuk tenaga kerja tidak langsung yang bisa mencapai 10 kali lipat.
Lebih lanjut, hilirisasi SBW akan membuka peluang pengembangan produk turunan bernilai tinggi. Produk-produk ini meliputi makanan dan minuman siap konsumsi, peptida bioaktif, produk kecantikan, dan produk farmasi. Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ini, didukung iklim dan kondisi geografis yang ideal untuk budidaya burung walet. Meskipun 80 persen produksi SBW dunia berasal dari Indonesia, sebagian besar diekspor mentah, sehingga nilai ekonomisnya belum optimal.
Potensi pasar global untuk produk turunan SBW sangat besar, mengingat kandungan senyawa aktif seperti protein, karbohidrat, mineral, dan potensi manfaat bagi kesehatan, termasuk pembentukan sel otak. "Kalau kita ekstrak produk turunannya untuk kesehatan dan kecantikan, untuk kecerdasan, itu akan bisa dipasarkan ke seluruh dunia. Jadi populasi dunia yang berjumlah 7 miliar lebih itu potensi market kita," ucap Sahat.
Barantin berharap dukungan perguruan tinggi, seperti UGM, untuk memperkuat landasan ilmiah hilirisasi SBW. Riset tentang senyawa aktif dan kandungan alami SBW penting untuk komunikasi dengan otoritas negara mitra dagang, terutama untuk mengatasi hambatan teknis seperti isu kandungan logam.
Tantangan dan Peluang Hilirisasi SBW
Meskipun terdapat potensi besar, hilirisasi SBW juga menghadapi tantangan. Pasar ekspor utama Indonesia, yaitu China, hanya merealisasikan 376 ton dari kuota ekspor 694 ton pada tahun 2024. Total ekspor SBW Indonesia ke berbagai negara pada tahun 2024 mencapai 1.274 ton, termasuk ke Hong Kong, Vietnam, Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Malaysia, dan Australia. Tantangan ini membutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing produk hilirisasi SBW Indonesia di pasar internasional.
Dekan Fapet UGM, Prof. Budi Guntoro, menyatakan kesiapan UGM mendukung pengembangan dan hilirisasi SBW. UGM siap berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing SBW Indonesia melalui fasilitas dan sumber daya manusianya. "Dengan hilirisasi yang kuat, kita berharap akan semakin banyak produk turunan SBW yang tidak hanya diekspor, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sendiri," ujar Prof. Budi.
Kesimpulannya, hilirisasi sarang burung walet merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ini, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas pasar ekspor. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, dan pelaku industri, sangat penting untuk keberhasilan program ini. Dengan pengelolaan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar SBW untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan ekonomi nasional.