Batas Penghasilan MBR Naik Rp14 Juta: Dorongan Akselerasi Program 3 Juta Rumah?
Kenaikan batas maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi Rp14 juta untuk mendapatkan rumah subsidi dinilai sejalan dengan percepatan Program 3 Juta Rumah, namun perlu perhitungan matang anggaran negara.

JAKARTA, 25 April 2025 - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah yang menaikkan batas maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) hingga Rp14 juta untuk memperoleh rumah subsidi sejalan dengan upaya percepatan Program 3 Juta Rumah. Kenaikan ini berlaku efektif setelah terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 5 Tahun 2025. Kebijakan ini diumumkan pada Jumat lalu dan langsung menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
Faisal menjelaskan, "Saya rasa ini juga sejalan dengan target pemerintahan yang ingin mendorong pembangunan perumahan sampai 3 juta rumah per tahun." Ia menekankan bahwa dengan adanya peningkatan batas penghasilan MBR, cakupan masyarakat yang dapat mengakses rumah subsidi pun meningkat secara signifikan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor properti dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya penyesuaian ini, bukan hanya masyarakat berpenghasilan rendah yang dapat dijangkau, tetapi juga masyarakat berpenghasilan menengah bawah. "By definition, dengan dinaikkannya kriteria menjadi penghasilan sampai Rp14 juta, berarti bukan hanya berpenghasilan rendah yang di-cover, tapi berpenghasilan menengah juga," ujar Faisal.
Analisis Kebijakan Kenaikan Batas Penghasilan MBR
Meskipun kebijakan ini dinilai positif, Faisal menyarankan pemerintah untuk melakukan kalkulasi yang lebih rinci terkait dampaknya. Hal ini meliputi evaluasi kualitas bangunan rumah subsidi, optimalisasi alur distribusi, dan perhitungan dampak kenaikan batas penghasilan terhadap anggaran negara. Ia mengingatkan bahwa saat ini kapasitas anggaran pemerintah sedang mengalami penurunan.
Faisal menambahkan, "Pemerintah juga harus menghitung konsekuensi dampak kenaikan batas penghasilan bagi penerima rumah subsidi ini terhadap anggaran negara. Karena dalam kondisi sekarang anggaran pemerintah kapasitasnya sedang menurun." Perencanaan yang matang dan evaluasi berkala sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.
Pemerintah perlu memastikan bahwa peningkatan anggaran yang dibutuhkan untuk program ini dapat dipenuhi tanpa mengorbankan program penting lainnya. Transparansi dalam pengelolaan anggaran juga menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik terhadap program rumah subsidi.
Zonasi Penghasilan MBR dan Rinciannya
Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2025 membagi Indonesia menjadi empat zona dengan batas penghasilan MBR yang berbeda. Berikut rinciannya:
- Zona 1: Jawa (kecuali Jabodetabek), Sumatera, NTT, NTB. Tidak Kawin: Rp8.500.000; Kawin: Rp10.000.000
- Zona 2: Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali. Tidak Kawin: Rp9.000.000; Kawin: Rp11.000.000
- Zona 3: Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Tidak Kawin: Rp10.500.000; Kawin: Rp12.000.000
- Zona 4: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Tidak Kawin: Rp12.000.000; Kawin: Rp14.000.000
Pembagian zona ini mempertimbangkan perbedaan kondisi ekonomi dan harga tanah di berbagai wilayah Indonesia. Dengan demikian, diharapkan program rumah subsidi dapat menjangkau lebih banyak masyarakat di seluruh Indonesia.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan akses kepemilikan rumah yang lebih luas bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang selama ini kesulitan mendapatkan rumah dengan harga terjangkau. Namun, pengawasan dan evaluasi yang ketat tetap diperlukan untuk memastikan program ini berjalan efektif dan efisien.