BI Pertahankan BI-Rate 5,75 Persen: Langkah Konservatif di Tengah Ketidakpastian Global
Ekonom memproyeksikan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2025, meskipun ada tekanan untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia (BI) diprediksi mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate pada level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2025. Keputusan ini diambil di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dilema antara menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Proyeksi ini disampaikan oleh para ekonom dari PermataBank dan Indef, yang mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal.
Head of Macroeconomics and Market Research PermataBank, Faisal Rachman, memproyeksikan BI akan mempertahankan BI-Rate di angka 5,75 persen. Hal ini didasarkan pada ketidakpastian global yang masih tinggi, terutama setelah pejabat The Fed cenderung mendukung suku bunga kebijakan AS yang tinggi dalam jangka waktu lama. Meskipun demikian, Faisal juga mengakui adanya potensi penurunan 25 basis poin (bps) jika melihat data inflasi yang rendah dan surplus perdagangan yang berlanjut.
Sementara itu, Head of Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, juga sepakat dengan proyeksi tersebut. Ia menyebut RDG kali ini sebagai momen krusial dalam menentukan arah kebijakan moneter. Keputusan mempertahankan suku bunga, menurut Rizal, merupakan langkah konservatif untuk menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah.
Dilema BI: Stabilitas vs. Pertumbuhan Ekonomi
Keputusan BI untuk mempertahankan BI-Rate di level 5,75 persen menempatkan bank sentral di tengah dilema. Di satu sisi, mempertahankan suku bunga tinggi menjaga stabilitas ekonomi makro, mencegah inflasi yang tidak terkendali, dan mengurangi volatilitas nilai tukar Rupiah. Di sisi lain, langkah ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi domestik karena dapat membatasi daya beli masyarakat dan ekspansi bisnis.
Rizal Taufikurahman dari Indef menekankan pentingnya BI untuk tidak hanya mengikuti tren kebijakan global, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan riil perekonomian domestik. Ia menyoroti ancaman perlambatan ekonomi global, khususnya di Amerika Serikat dan China, yang berpotensi menekan ekspor dan investasi Indonesia. Perlambatan ini dapat berdampak negatif pada sektor manufaktur dan perdagangan.
Faisal Rachman dari PermataBank menambahkan bahwa Permata Institute for Economic Research (PIER) juga memperhatikan penurunan imbal hasil Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Penurunan ini menunjukkan adanya ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Namun, keputusan akhir tetap bergantung pada pernyataan resmi BI terkait stance kebijakan moneter ke depan.
Pertimbangan BI dalam Menentukan Kebijakan Moneter
BI menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Pertahankan suku bunga tinggi dapat menjaga stabilitas, tetapi berisiko menghambat pertumbuhan. Sebaliknya, menurunkan suku bunga dapat mendorong pertumbuhan, tetapi berisiko memicu inflasi atau melemahkan Rupiah. Oleh karena itu, BI perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk inflasi, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, dan kondisi ekonomi global.
"Kami melihat BI akan mempertahankan BI-Rate di level 5,75 persen pada RDG Februari 2025 dikarenakan memang ketidakpastian global yang masih cukup tinggi," kata Faisal Rachman dari PermataBank. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ketidakpastian global menjadi pertimbangan utama BI dalam menentukan kebijakan moneter.
Meskipun ada tekanan untuk menurunkan suku bunga, BI tampaknya akan memilih pendekatan yang lebih konservatif untuk menjaga stabilitas ekonomi. Namun, BI juga perlu memperhatikan dampak kebijakannya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan daya saing Indonesia di pasar global.
Dalam kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, BI perlu mengambil langkah yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Keputusan untuk mempertahankan atau menurunkan BI-Rate akan berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, tampaknya BI akan mempertahankan BI-Rate di level 5,75 persen pada RDG Februari 2025. Keputusan ini menunjukkan pendekatan yang hati-hati dan fokus pada menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.