Bio Farma Incar Kerja Sama Global Pasca AS Tinggalkan WHO
Keputusan AS keluar dari WHO membuka peluang bagi Bio Farma untuk menjalin kerja sama global dan penetrasi pasar vaksin lebih agresif, meskipun berdampak pada pendanaan GAVI.

Amerika Serikat resmi menarik diri dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Januari 2025, sebuah keputusan yang berdampak signifikan terhadap rantai pasokan vaksin global. Keputusan ini diambil setelah pemerintah AS menilai WHO gagal menangani pandemi COVID-19 dan krisis kesehatan lainnya, serta menuding adanya kurangnya reformasi dan independensi dari pengaruh politik. Namun, bagi PT Bio Farma (Persero), keputusan ini justru membuka peluang baru untuk memperluas kerja sama internasional.
Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa perusahaan akan lebih gencar mencari peluang kerja sama dengan negara lain. Langkah konkret telah dilakukan, seperti pertemuan dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi dan perusahaan vaksin Arabio untuk membahas kerja sama penjualan dan transfer teknologi. Hal ini menunjukkan strategi Bio Farma untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS di pasar vaksin global.
Penarikan AS dari WHO berdampak pada hilangnya kontribusi dana sekitar US$2 miliar (sekitar Rp32 triliun) kepada WHO. Dana ini biasanya disalurkan melalui the Vaccine Alliance atau GAVI, sebuah organisasi yang berperan penting dalam memberikan order kepada produsen vaksin di dunia. Shadiq mengakui bahwa kekurangan pendanaan di GAVI, yang diakibatkan oleh penarikan AS dan kemungkinan penahanan dana dari negara lain akibat tensi perang dagang global, akan berdampak pada Bio Farma.
Bio Farma Hadapi Tantangan dan Peluang Baru
Meskipun menghadapi tantangan akibat kekurangan pendanaan GAVI, Bio Farma tetap optimistis. Perusahaan melihat peluang untuk meningkatkan ekspor vaksin, terutama vaksin polio. Namun, Shadiq menjelaskan bahwa permintaan ekspor vaksin polio biasanya terbatas pada situasi darurat seperti wabah atau pandemi. Ini berarti Bio Farma perlu strategi yang lebih agresif untuk menembus pasar internasional di luar situasi darurat.
Kerja sama dengan Arab Saudi merupakan langkah awal yang strategis. Potensi pasar di Timur Tengah dan negara-negara lain yang membutuhkan vaksin berkualitas tinggi sangat besar. Bio Farma perlu memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisinya sebagai produsen vaksin terpercaya di kancah internasional.
Selain Arab Saudi, Bio Farma juga perlu menjajaki kerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki kebutuhan vaksin yang tinggi. Diversifikasi pasar menjadi kunci keberhasilan Bio Farma dalam menghadapi ketidakpastian global pasca penarikan AS dari WHO.
Strategi transfer teknologi juga penting untuk memperkuat posisi Bio Farma. Dengan berbagi keahlian dan teknologi, Bio Farma dapat membangun kemitraan jangka panjang dengan negara-negara lain dan berkontribusi pada peningkatan akses vaksin di seluruh dunia.
Dampak Penarikan AS dari WHO terhadap Bio Farma
- Hilangnya Pendanaan GAVI: Penarikan AS dari WHO berdampak pada berkurangnya pendanaan GAVI, yang berpotensi mengurangi order vaksin global.
- Tantangan Pasar Vaksin Polio: Permintaan ekspor vaksin polio biasanya terbatas pada situasi darurat, sehingga Bio Farma perlu strategi pemasaran yang lebih luas.
- Peluang Kerja Sama Global: Situasi ini membuka peluang bagi Bio Farma untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara lain dan memperluas pasar ekspor.
Ke depan, Bio Farma perlu memperkuat strategi pemasaran dan menjalin kemitraan strategis dengan berbagai negara untuk memastikan keberlanjutan bisnis dan akses vaksin bagi masyarakat global. Meskipun tantangan ada, peluang untuk tumbuh dan berkembang di pasar internasional tetap terbuka lebar bagi Bio Farma. Keberhasilan Bio Farma dalam menghadapi tantangan ini akan menjadi contoh bagi perusahaan farmasi Indonesia lainnya dalam menghadapi dinamika pasar global.