BKSDA Maluku Sita Cenderamata Tanduk Rusa di Pelabuhan Ambon
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyita dua opsetan tanduk rusa yang hendak diselundupkan ke Jakarta melalui Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, mengingatkan pentingnya perlindungan satwa liar Indonesia.

Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku berhasil menggagalkan upaya penyelundupan dua opsetan tanduk rusa di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, pada Sabtu, 22 Maret 2024 sekitar pukul 14.15 WIT. Penemuan ini bermula dari kecurigaan petugas terhadap sebuah karton yang diperiksa dengan mesin X-ray. Setelah dilakukan pemeriksaan bersama pihak kepolisian dan pemilik barang, terungkap bahwa karton tersebut berisi dua opsetan tanduk rusa yang hendak dikirim ke Jakarta melalui KM Dobonsolo.
Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku, Seto, menjelaskan kronologi penemuan tersebut. Petugas awalnya melihat gambar X-ray yang menunjukkan adanya benda mencurigakan di dalam karton. Pemeriksaan lebih lanjut memastikan isi karton tersebut adalah dua opsetan tanduk rusa. Pemilik barang, yang mengaku mendapatkan cenderamata tersebut dari seorang teman, akhirnya menyerahkan opsetan tanduk rusa tersebut kepada petugas setelah diberikan pemahaman mengenai peraturan yang berlaku.
Kejadian ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat di pelabuhan dan bandara untuk mencegah peredaran ilegal satwa dan bagian tubuhnya. BKSDA Maluku menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan pengawasan dan mengimbau masyarakat agar tidak terlibat dalam perdagangan ilegal satwa liar. Perlindungan satwa liar seperti rusa merupakan langkah penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Penyelundupan dan Ancaman Hukum
Opsetan tanduk rusa yang disita saat ini diamankan di kantor BKSDA Maluku untuk proses lebih lanjut. Seto menekankan bahwa perdagangan atau pemindahan bagian tubuh satwa liar tanpa izin resmi adalah tindakan ilegal dan dapat dikenakan sanksi hukum yang berat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara tegas mengatur hal ini.
Berdasarkan UU tersebut, siapa pun yang sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Ancaman hukuman ini berlaku bagi mereka yang terlibat dalam perdagangan ilegal satwa liar, termasuk opsetan tanduk rusa seperti yang ditemukan di Pelabuhan Ambon.
BKSDA Maluku berharap kasus ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa liar di Indonesia. Kerjasama antara berbagai pihak, termasuk petugas pelabuhan, kepolisian, dan masyarakat, sangat penting dalam upaya pencegahan dan penegakan hukum terkait perdagangan ilegal satwa liar.
Pentingnya Pelestarian Satwa Liar
Penangkapan opsetan tanduk rusa ini menjadi pengingat akan pentingnya pelestarian satwa liar di Indonesia. Rusa merupakan bagian integral dari ekosistem dan perannya dalam menjaga keseimbangan alam tidak dapat diabaikan. Perdagangan ilegal satwa liar mengancam kelestarian spesies dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
BKSDA Maluku mengimbau masyarakat untuk berperan aktif dalam melindungi satwa liar dengan tidak membeli atau memiliki bagian tubuh satwa liar tanpa izin resmi. Masyarakat juga dihimbau untuk melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan aktivitas perdagangan ilegal satwa liar.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperketat pengawasan, diharapkan peredaran ilegal satwa liar dapat ditekan dan kelestarian fauna khas Indonesia dapat terjaga.
Langkah-langkah yang akan dilakukan BKSDA Maluku ke depannya termasuk peningkatan patroli di daerah rawan penyelundupan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan dan sanksi terkait perdagangan ilegal satwa liar. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait juga akan terus ditingkatkan untuk memastikan efektivitas upaya pelestarian satwa liar.
Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar lebih bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian alam dan satwa liar Indonesia.