BKSDA Maluku Sita Tanduk Rusa di Pelabuhan Hunimua: Ancaman Perdagangan Satwa Liar
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyita satu tanduk rusa dari penumpang kapal di Pelabuhan Hunimua, mengungkap praktik ilegal perdagangan satwa liar yang terus menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati Maluku.
Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku berhasil menggagalkan upaya penyelundupan satwa liar di Pelabuhan Hunimua, Maluku Tengah. Satu set tanduk rusa disita dari seorang penumpang kapal feri rute Waipirit-Hunimua pada Selasa, 21 Januari 2024.
Penindakan tegas ini berawal dari pengawasan rutin petugas Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku di pelabuhan. Saat memeriksa penumpang, petugas menemukan seorang yang membawa tanduk rusa dan hendak meninggalkan pelabuhan. Polhut BKSDA Maluku Seto menjelaskan kronologi penindakan tersebut.
Setelah petugas menjelaskan aturan yang berlaku, penumpang tersebut dengan sukarela menyerahkan tanduk rusa kepada petugas. Barang bukti langsung dibawa ke kantor BKSDA Maluku dan diserahkan ke bagian perlindungan satwa.
Perdagangan Ilegal Satwa Liar
Penyelundupan bagian tubuh satwa dilindungi, seperti yang terjadi ini, merupakan ancaman serius bagi kelestarian keanekaragaman hayati Maluku. Pelabuhan Hunimua, sebagai jalur transportasi utama, kerap menjadi target oknum yang melakukan aktivitas ilegal tersebut.
BKSDA Maluku mengimbau masyarakat untuk menghindari keterlibatan dalam aktivitas ilegal tersebut dan mendukung upaya konservasi satwa liar. Seto menambahkan, "Kami mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam melindungi keanekaragaman hayati Maluku, yang merupakan aset penting bagi generasi mendatang."
Langkah-langkah Pencegahan
Kejadian ini mendorong BKSDA Maluku untuk meningkatkan pengawasan di berbagai titik strategis, termasuk pelabuhan-pelabuhan penting di Maluku. Upaya ini merupakan bagian dari strategi berkelanjutan untuk menekan perdagangan satwa liar dan melindungi satwa yang dilindungi di Maluku.
Sanksi Hukum
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, siapapun yang dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).
BKSDA Maluku menegaskan komitmennya dalam melindungi satwa liar dan ekosistem di Maluku. Kerja sama seluruh pihak sangat penting dalam upaya pelestarian alam yang berkelanjutan.