BKSDA Maninjau Terima Kukang yang Diselamatkan Warga: Kesadaran Konservasi Meningkat
BKSDA Resor Maninjau menerima induk kukang dan anaknya yang diselamatkan warga di Pasaman Barat, Sumatera Barat, menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan konservasi satwa langka.
Seorang warga bernama Giyo (70) berhasil menyelamatkan induk kukang dan anaknya yang ditemukan di kebun kelapa sawitnya di Sidodadi, Pasaman Barat, Sumatera Barat, Minggu (19/1) sekitar pukul 11.00 WIB. Kukang tersebut kemudian diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Resor Maninjau pada Selasa (21/1).
Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, Ade Putra, menyatakan bahwa kukang, yang terdiri dari induk berusia sekitar 3-4 tahun dan anaknya yang baru berusia satu minggu, akan menjalani observasi kesehatan. Jika dinyatakan sehat, keduanya akan dilepasliarkan di Cagar Alam Maninjau. Ade Putra juga menyampaikan apresiasinya kepada warga yang telah berpartisipasi aktif dalam upaya konservasi satwa langka ini. Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat dalam melindungi satwa dilindungi.
Peristiwa ini semakin memperkuat bukti kesadaran masyarakat dalam perlindungan satwa. Sebelumnya, dua siswa SDN 08 Baringin, Agam, juga menunjukkan kepedulian terhadap kukang. Meskipun mengalami luka akibat kukang tersebut, tindakan mereka menunjukkan tumbuhnya kesadaran konservasi di Sumatera Barat.
Kukang (Nycticebus coucang) merupakan primata dilindungi di Indonesia dan masuk dalam klasifikasi Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang berarti perdagangannya dilarang secara internasional. Status konservasinya secara internasional adalah terancam punah (endangered).
Di Indonesia, perlindungan kukang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018. Peraturan tersebut melarang segala bentuk pemanfaatan kukang, baik hidup maupun mati, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.
Giyo, penemu kukang tersebut, menemukan satwa tersebut di atas pohon kelapa sawit. Ia memutuskan untuk menyelamatkan kukang tersebut karena khawatir akan keselamatan anak kukang yang masih kecil dan menyadari bahwa perkebunan sawit bukanlah habitat yang ideal. Setelah diselamatkan, Giyo merawat kukang dan memberikannya makan pisang sebelum menyerahkannya ke pihak berwajib.
Giyo menghubungi Briptu Tri Edi Kurniawan dari Polres Pasaman Barat, yang kemudian berkoordinasi dengan BKSDA Sumbar untuk proses penyerahan dan perawatan lebih lanjut. Kerja sama antara warga, polisi, dan BKSDA ini menjadi contoh penting dalam upaya perlindungan satwa langka.
Kisah penyelamatan kukang ini menjadi bukti nyata meningkatnya kesadaran masyarakat Sumatera Barat dalam menjaga kelestarian satwa langka. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci keberhasilan upaya konservasi satwa dilindungi seperti kukang.