BKSDA Sampit Gagalkan Penyelundupan 34 Ekor Burung di Pelabuhan Sampit
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit menggagalkan penyelundupan 34 ekor burung, termasuk 12 satwa dilindungi, yang hendak diselundupkan melalui Pelabuhan Sampit menuju Pulau Jawa.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit berhasil menggagalkan upaya penyelundupan satwa liar di Pelabuhan Sampit, Kalimantan Tengah. Sebanyak 34 ekor burung berbagai jenis diamankan petugas gabungan BKSDA dan Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Kalimantan Tengah pada Jumat lalu. Penyelundupan ini hendak membawa satwa-satwa tersebut melalui jalur laut menuju Pulau Jawa.
Komandan BKSDA Resor Sampit, Muriansyah, mengungkapkan bahwa informasi awal diperoleh dari Balai Karantina. Puluhan burung tersebut ditemukan dalam kepemilikan calon penumpang kapal yang hendak berangkat dari Pelabuhan Sampit. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan 12 ekor burung dilindungi di antara 34 ekor burung yang disita.
Keberhasilan penggagalan penyelundupan ini menjadi bukti kesigapan petugas dalam melindungi satwa liar di Kalimantan Tengah. Tindakan tegas diberikan kepada para pelaku, dengan memberikan peringatan keras agar tidak mengulangi perbuatannya. Meskipun beberapa burung bukan satwa dilindungi, tetap ada prosedur yang harus dipatuhi dalam membawa satwa keluar daerah.
Pengungkapan Kasus dan Jenis Burung yang Diselundupkan
Dari 34 ekor burung yang diamankan, 11 ekor merupakan burung cucak hijau dan 1 ekor burung kapas tembak, keduanya termasuk satwa dilindungi. Kedua jenis burung ini disita dari dua penumpang KM Dharma Ferry VI dengan tujuan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sementara itu, seorang penumpang KM Kirana III tujuan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, kedapatan membawa 11 ekor burung jalak kerbau, 10 ekor burung terucukan, dan 1 ekor burung cendet.
Muriansyah menjelaskan bahwa penyelundupan burung, terutama cucak hijau, bukan hal baru. Masyarakat masih banyak yang belum mengetahui status perlindungan burung ini. Tingginya permintaan pasar, terutama karena maraknya perlombaan burung berkicau, memicu perburuan dan perdagangan ilegal cucak hijau.
Permintaan yang tinggi ini menyebabkan populasi cucak hijau di Indonesia semakin memprihatinkan, bahkan terancam punah. Oleh karena itu, sejak 2018, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan burung cucak hijau sebagai satwa dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018.
Pelepasliaran Burung di DAS Mentaya
Setelah memastikan kondisi burung yang sehat dan tidak stres, BKSDA memutuskan untuk melepaskan ke-34 ekor burung tersebut di hutan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya. Pelepasliaran dilakukan oleh tiga petugas gabungan dari BKSDA Resor Sampit dan Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.
Lokasi pelepasliaran dipilih berdasarkan habitat alami burung-burung tersebut, dengan harapan mereka dapat beradaptasi dengan cepat dan kelestariannya tetap terjaga. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam upaya konservasi satwa liar di Indonesia.
"Lokasi pelepasliaran yang dipilih sesuai dengan habitat dari burung-burung tersebut dengan harapan bisa cepat beradaptasi dan tetap terjaga kelestariannya," ujar Muriansyah.
Upaya penyelundupan satwa liar seperti ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Peningkatan pengawasan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa dilindungi sangat dibutuhkan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.