Polri dan Karantina Gagalkan Penyelundupan 982 Burung Liar di Bakauheni
Petugas gabungan menggagalkan penyelundupan 982 ekor burung liar dilindungi di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, dengan rincian spesies yang beragam dan ancaman hukuman berat bagi pelaku.

Petugas gabungan Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Karantina) Lampung dan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni berhasil menggagalkan penyelundupan ratusan satwa liar dilindungi di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. Satu unit truk Fuso yang membawa 982 ekor burung ilegal berhasil diamankan pada Senin, 17 Februari 2024, di Dermaga Eksekutif Pelabuhan Bakauheni.
Penyelundupan Satwa Liar: Ancaman bagi Ekosistem Indonesia
Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) Pelabuhan Bakauheni, Akhir Santoso, membenarkan penangkapan tersebut. Ia menjelaskan bahwa burung-burung tersebut berasal dari Pekanbaru, Riau, dan hendak dibawa menuju Bekasi, Jawa Barat. Modus penyelundupan dilakukan dengan menyembunyikan burung-burung dalam 65 box di sasis truk. Ini bukan kasus pertama, dan menunjukkan betapa gigihnya upaya penyelundupan satwa liar di Indonesia.
Penyelundupan satwa liar merupakan ancaman serius terhadap keseimbangan ekosistem Indonesia. Bapak Santoso menekankan bahwa upaya ini bertolak belakang dengan program pemerintah, khususnya program Astacita Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk memperkuat harmonisasi kehidupan dengan lingkungan dan alam. Keberhasilan pengungkapan kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat di pelabuhan-pelabuhan.
Kondisi Burung dan Spesies yang Dilindungi
Dari 982 ekor burung yang disita, sekitar 250 ekor merupakan satwa yang dilindungi. Kondisi burung-burung tersebut sangat memprihatinkan, tidak layak, dan menunjukkan betapa kejamnya praktik penyelundupan ini. Jenis burung yang ditemukan beragam, termasuk Siri-siri (27 ekor), Kinoy (125 ekor), Cucak Ranting (60 ekor), Cucak Biru (12 ekor), Cucak Ijo Mini (36 ekor), Sri Gunting Kelabu (9 ekor), Poksay mandarin (14 ekor), Cucak Ijo (11 ekor), Serindit (18 ekor), Pleci (600 ekor), Sikatan (43 ekor), air mancur (11 ekor), kepodang (4 ekor), dan Kutilang Emas (12 ekor).
Jumlah Pleci yang sangat banyak menunjukkan bahwa spesies ini menjadi target utama penyelundupan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan khusus bagi spesies yang populasinya rentan terhadap eksploitasi.
Hukuman Berat dan Upaya Pelestarian
Pelaku penyelundupan akan dijerat dengan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 2 tahun dan denda Rp2 miliar. Mereka juga akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda sesuai kategori.
Burung-burung yang masih hidup telah diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah III untuk direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian satwa liar di Indonesia.
Kerjasama Antar Lembaga dan Kesadaran Masyarakat
Kasus ini menunjukkan perlunya kerjasama yang lebih erat antara berbagai lembaga, seperti Karantina, Polri, dan BKSDA, dalam memberantas perdagangan satwa liar ilegal. Peningkatan pengawasan di pelabuhan dan jalur transportasi lainnya juga sangat penting. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk tidak membeli atau memelihara satwa liar dilindungi juga sangat krusial dalam upaya pelestarian satwa liar.
Perlu adanya edukasi publik yang lebih masif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan dampak negatif dari perdagangan satwa liar ilegal terhadap ekosistem. Hanya dengan kerjasama dan kesadaran bersama, kita dapat melindungi satwa liar Indonesia dari ancaman kepunahan.