BKSDA Sumbar Tangani 11 Konflik Satwa Liar di Agam dalam Empat Bulan
Sebanyak 11 konflik satwa liar, melibatkan harimau dan beruang madu, terjadi di Agam, Sumatera Barat, selama empat bulan pertama tahun 2025, mendorong BKSDA untuk melakukan berbagai upaya penanganan dan pencegahan.

Sebanyak 11 konflik satwa liar dengan manusia terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, selama empat bulan pertama tahun 2025. Konflik ini melibatkan harimau Sumatera dan beruang madu, tersebar di beberapa kecamatan dan nagari. BKSDA Sumatera Barat, khususnya Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, langsung turun tangan menangani situasi ini, melibatkan tim patroli masyarakat untuk mencegah konflik lebih lanjut.
Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, Ade Putra, menjelaskan bahwa dari 11 konflik tersebut, 10 melibatkan harimau Sumatera dan satu melibatkan beruang madu. Kecamatan Palembayan menjadi wilayah yang paling terdampak, dengan konflik tersebar di beberapa nagari seperti Baringin dan Salareh Aia. Konflik ini mengakibatkan kerugian materiil bagi warga, berupa ternak kambing dan kerbau yang dimangsa oleh harimau.
Dalam upaya penanganan, BKSDA Sumbar melibatkan empat Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) dari berbagai nagari di Kecamatan Palembayan, Matur, Palupuh dan Ampek Koto. Salah satu keberhasilan penanganan konflik ini adalah evakuasi satu individu harimau Sumatera yang cacat di Nagari Tiga Balai, Kecamatan Matur pada 11 Maret 2025. Kondisi harimau yang cacat ini diduga menjadi penyebab konflik, karena kesulitan berburu makanan di alam liar.
Konflik Harimau Sumatera di Agam: Ancaman dan Upaya Penanganan
Konflik satwa liar dengan manusia di Agam didominasi oleh konflik dengan harimau Sumatera. Sepuluh dari sebelas kejadian konflik melibatkan satwa dilindungi ini. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan mitigasi konflik untuk melindungi baik keselamatan manusia maupun kelestarian harimau Sumatera.
BKSDA Sumbar telah berupaya aktif dalam menangani konflik ini. Selain menurunkan petugas, mereka juga melibatkan masyarakat melalui Tim Patroli Anak Nagari (Pagari). Kerja sama ini terbukti efektif dalam mengurangi dampak konflik dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi satwa liar.
Evakuasi harimau Sumatera yang cacat merupakan bukti nyata komitmen BKSDA dalam melindungi satwa liar. Namun, penanganan konflik tidak hanya berfokus pada penanganan pasca-kejadian, tetapi juga pencegahan konflik di masa mendatang.
Imbauan kepada Masyarakat untuk Mencegah Konflik
Ade Putra memberikan imbauan penting kepada masyarakat untuk mencegah konflik satwa liar di masa mendatang. Masyarakat diimbau untuk tidak memasang jerat babi di perkebunan, karena hal ini dapat membahayakan satwa liar lainnya. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk tidak menggembalakan ternak di pinggir kawasan hutan yang berpotensi memancing satwa liar mendekat.
Beberapa imbauan lain yang disampaikan antara lain: menghindari aktivitas di kebun sendirian, terutama pada pukul 16.00-08.00 WIB, memasang api unggun di sekitar kandang ternak, dan selalu waspada terhadap keberadaan satwa liar di sekitar pemukiman. BKSDA Sumbar secara rutin menyampaikan imbauan ini kepada masyarakat di lapangan.
Langkah-langkah pencegahan ini sangat penting untuk mengurangi risiko konflik satwa liar di masa mendatang. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan kerjasama yang baik antara BKSDA dan masyarakat, diharapkan konflik satwa liar di Agam dapat diminimalisir.
Kesimpulan
Konflik satwa liar di Agam menunjukkan pentingnya upaya kolaboratif antara BKSDA dan masyarakat dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keselamatan manusia. Melalui penanganan yang tepat dan edukasi yang berkelanjutan, diharapkan konflik serupa dapat dicegah di masa depan, sehingga kelestarian satwa liar dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga bersamaan.