BKSDA Mukomuko Ajak Semua Pihak Cari Solusi Konflik Harimau dan Manusia
Konflik antara harimau dan manusia di Mukomuko, Bengkulu, kembali terjadi, BKSDA mengajak semua pihak untuk mencari solusi bersama.

Sejumlah kejadian yang melibatkan harimau Sumatera kembali meresahkan warga Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Insiden terbaru meliputi kematian seorang warga, Ibnu Oktavianto (22), pada 7 Januari 2024 di kebun kelapa sawit, dan kematian seekor sapi milik warga Desa Mekar Jaya beberapa hari kemudian, keduanya diduga akibat serangan harimau. Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Teras Terunjam, yang berbatasan dengan Desa Tunggal Jaya, dan telah mendorong Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Mukomuko untuk mengajak semua pihak terlibat dalam mencari solusi atas konflik berulang ini.
Kepala BKSDA Resor Mukomuko, Damin, menekankan perlunya kolaborasi dalam penanganan konflik harimau dan manusia. "Kalau solusi dalam penanganan terhadap konflik harimau ini, solusi penanganan dilakukan bersama-sama dengan semua pihak terkait di daerah ini," ujarnya saat dihubungi pada Sabtu, 22 Februari 2024. Minimnya personel BKSDA, yang kurang dari enam orang, semakin mempersulit upaya penanganan konflik satwa liar ini. Oleh karena itu, kerja sama antar berbagai pihak menjadi sangat krusial.
Kejadian ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan menyoroti perlunya strategi penanganan konflik yang lebih efektif. Kurangnya satgas konflik satwa liar di Mukomuko menjadi salah satu kendala yang dihadapi. Damin berharap pembentukan satgas ini dapat segera direalisasikan agar penanganan konflik dapat dilakukan secara terstruktur dan terkoordinasi dengan baik, sehingga beban kerja tidak hanya bergantung pada personel BKSDA yang terbatas.
Butuh Solusi Kolaboratif Atasi Konflik Harimau
Minimnya personel BKSDA Mukomuko menjadi tantangan utama dalam menangani konflik satwa liar. Dengan jumlah personel yang kurang dari enam orang, penanganan konflik menjadi sangat berat dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pembentukan satgas konflik satwa liar diharapkan dapat mengatasi keterbatasan ini dengan menugaskan tanggung jawab kepada anggota satgas yang telah terlatih dan memahami tugas masing-masing.
Damin juga menyoroti pentingnya peran kearifan lokal dalam menyelesaikan masalah ini. Ia mempertanyakan apakah ada aspek yang kurang harmonis antara manusia dan alam di wilayah tersebut. "Terkait dengan kearifan lokal daerah ini, ia mengatakan, pihaknya tidak tahu dan mempertanyakan apakah alam ini kurang bersahabat dengan manusia sehingga alam ini tidak melindungi manusia," ungkap Damin. Ia menyarankan untuk menggali pengetahuan dari masyarakat setempat, khususnya para sesepuh, untuk mencari tahu apakah ada praktik yang mungkin telah mengganggu keseimbangan ekosistem.
Lebih lanjut, Damin menekankan bahwa pelestarian alam dan lingkungan bukan hanya tanggung jawab BKSDA saja. "Melindungi alam dan lingkungan, bukan hanya tugas petugas BKSDA, tetapi kerja bersama, yakni saling lindung, saling melihat, saling memperhatikan dan saling tegur," tegasnya. Hal ini menunjukkan perlunya kesadaran kolektif dari seluruh masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan mencegah konflik dengan satwa liar.
Kearifan Lokal dan Kolaborasi Kunci Penanganan Konflik
Peran kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah konflik dengan satwa liar sangat penting. Masyarakat setempat, khususnya para sesepuh yang memiliki pengetahuan tradisional tentang alam, dapat memberikan wawasan berharga untuk memahami akar permasalahan dan menemukan solusi yang tepat. Pengetahuan ini dapat diintegrasikan dengan upaya konservasi modern untuk menghasilkan strategi yang holistik dan efektif.
Selain itu, kolaborasi antar berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, LSM lingkungan, dan pakar satwa liar, sangat krusial. Dengan membentuk satgas konflik satwa liar, tanggung jawab dapat dibagi secara merata dan setiap anggota dapat berkontribusi sesuai keahliannya. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penanganan konflik, serta memastikan perlindungan baik bagi manusia maupun satwa liar.
Penting untuk diingat bahwa konflik antara manusia dan satwa liar merupakan masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan terpadu. Solusi jangka panjang tidak hanya berfokus pada penanganan konflik sesaat, tetapi juga pada upaya pencegahan konflik di masa mendatang melalui edukasi masyarakat, pengelolaan habitat yang berkelanjutan, dan penegakan hukum yang tegas.
Dengan komitmen bersama dari semua pihak, diharapkan konflik antara harimau dan manusia di Mukomuko dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan, sehingga tercipta harmoni antara manusia dan alam.