Deep Learning: Strategi Baru Perangi Korupsi di Sekolah Indonesia
Mendikbudristek terapkan deep learning dan perkuat kolaborasi empat pusat pendidikan untuk tingkatkan integritas dan cegah korupsi di sekolah, menanggapi rendahnya skor SPI Pendidikan 2024.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan strategi baru untuk memberantas korupsi di lingkungan sekolah Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu'ti, mengumumkan penerapan pendekatan deep learning dan penguatan kolaborasi empat pusat pendidikan sebagai upaya meningkatkan integritas dan mencegah korupsi di sekolah. Pengumuman ini disampaikan pada Kamis di Jakarta, menyusul peluncuran Indeks Integritas Pendidikan 2024 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menunjukkan skor 69,50, berada di kategori korektif.
Pendekatan deep learning, yang akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025/2026, menekankan pada pemahaman mendalam (meaning) materi pelajaran agar siswa tidak hanya mengetahui (knowing), tetapi juga mampu menerapkannya dalam perilaku (behaving). "Kemendikbudristek berupaya memperbaiki pembelajaran agar tidak sekadar transfer pengetahuan," ujar Mendikbudristek, menekankan pentingnya pemahaman mendalam materi pelajaran untuk membentuk karakter antikorupsi.
Rendahnya skor Indeks Integritas Pendidikan 2024 menjadi pendorong utama perubahan ini. Skor tersebut mencerminkan masih tingginya kasus korupsi di sekolah, seperti penyalahgunaan dana BOS, nepotisme, dan pungutan liar. Oleh karena itu, selain deep learning, Kemendikbudristek akan memperkuat sinergi antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan media massa dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membentuk karakter jujur dan berintegritas pada siswa.
Pendekatan Deep Learning dan Kolaborasi Empat Pusat Pendidikan
Penerapan deep learning diharapkan dapat mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai antikorupsi secara lebih mendalam. Dengan memahami makna di balik materi pelajaran, siswa diharapkan mampu menolak praktik korupsi dan bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan harapan Mendikbudristek agar pembelajaran mampu membentuk generasi Indonesia yang hebat, jujur, selamat, dan bermartabat.
Selain itu, kolaborasi empat pusat pendidikan—sekolah, keluarga, masyarakat, dan media massa—diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan karakter antikorupsi. Peran keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, masyarakat dalam mengawasi praktik korupsi di lingkungan sekolah, dan media massa dalam memberikan informasi dan edukasi antikorupsi sangat krusial dalam upaya ini. Kemendikbudristek berharap sinergi ini dapat meningkatkan skor Indeks Integritas Pendidikan pada tahun 2025.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, sebelumnya telah menjelaskan pentingnya pendidikan antikorupsi sebagai bagian dari agenda prioritas pemerintah. SPI Pendidikan diinisiasi untuk mengukur dampak penyelenggaraan pendidikan antikorupsi dan memetakan kondisi integritas pada tiga dimensi: karakter integritas peserta didik, ekosistem pendidikan terkait pendidikan antikorupsi, dan risiko korupsi pada tata kelola pendidikan.
Hasil SPI Pendidikan 2024 menunjukkan beberapa temuan yang mengkhawatirkan. Masih tingginya angka menyontek di sekolah dan kampus (78 persen sekolah dan 98 persen kampus), plagiarisme (43 persen kampus dan 6 persen sekolah), dan ketidakdisiplinan akademik (45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa) menjadi perhatian serius.
Temuan SPI Pendidikan 2024: Tantangan dan Harapan
Temuan lain yang mengemuka adalah masih adanya praktik gratifikasi yang dianggap wajar oleh sebagian guru dan dosen (30 persen guru/dosen dan 18 persen kepala sekolah/rektor). Penyalahgunaan dana BOS juga masih ditemukan di 12 persen sekolah. Praktik-praktik seperti pemerasan terkait dana BOS (17 persen sekolah), nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa (40 persen sekolah), dan penggelembungan biaya (47 persen sekolah) semakin mempertegas urgensi perbaikan sistem pendidikan antikorupsi.
Data-data tersebut menunjukkan betapa pentingnya upaya Kemendikbudristek dalam menerapkan pendekatan deep learning dan memperkuat kolaborasi empat pusat pendidikan. Harapannya, dengan strategi ini, integritas pendidikan di Indonesia dapat meningkat dan generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang jujur, berintegritas, dan antikorupsi.
Langkah-langkah yang diambil oleh Kemendikbudristek ini merupakan upaya yang signifikan dalam membangun sistem pendidikan yang bersih dan berintegritas. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, keluarga, masyarakat, dan media massa, untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan karakter antikorupsi pada siswa.