Dekan FH Unihaz Bengkulu Dinonaktifkan, 93 Mahasiswa Gagal Prakerin
Universitas Hazairin (Unihaz) Bengkulu menonaktifkan Dekan Fakultas Hukumnya, Alauddin, setelah 93 mahasiswa gagal berangkat Prakerin ke Malang dan Yogyakarta akibat dugaan penipuan oleh penyedia jasa perjalanan.

Universitas Hazairin (Unihaz) Bengkulu telah menonaktifkan Dekan Fakultas Hukum (FH), Alauddin, menyusul kasus penipuan yang mengakibatkan 93 mahasiswanya gagal mengikuti program praktik kerja industri (Prakerin) di Malang dan Yogyakarta pada Senin, 17 Februari 2025. Kegagalan keberangkatan ini bermula dari dugaan penipuan yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa perjalanan, CV Lautan Biru Nusantara (LBN), yang telah menerima pembayaran sejumlah besar dana untuk tiket pesawat, transportasi darat, dan akomodasi. Pihak kepolisian telah menahan Direktur dan Pembantu Direktur LBN, yang merupakan pasangan suami istri, atas dugaan penipuan ini.
Rektor Unihaz Bengkulu, Arifah Hidayati, menjelaskan bahwa penonaktifan Dekan Alauddin bukan semata-mata karena dugaan aliran dana Rp45 juta dari CV LBN. Meskipun uang tersebut ada dan disimpan di Fakultas Hukum, menurut keterangan Rektor, penonaktifan tersebut didasarkan pada hasil investigasi dan rapat internal yang mempertimbangkan berbagai aspek aturan kepegawaian dan organisasi di Unihaz. Penjelasan lebih rinci mengenai alasan penonaktifan masih belum diungkapkan secara terbuka.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan tata kelola keuangan dalam penyelenggaraan program Prakerin di Unihaz. Kegagalan keberangkatan 93 mahasiswa menimbulkan kerugian besar, baik secara finansial maupun kesempatan belajar bagi para mahasiswa yang telah mempersiapkan diri untuk mengikuti program tersebut. Pihak Unihaz kini tengah menghadapi tekanan untuk memberikan penjelasan yang transparan dan bertanggung jawab kepada mahasiswa dan publik.
Penonaktifan Dekan dan Dugaan Aliran Dana
Meskipun Rektor Unihaz membantah penonaktifan Dekan Alauddin terkait langsung dengan dugaan aliran dana Rp45 juta dari CV LBN, tetap terdapat pertanyaan mengenai penggunaan dana tersebut. Dekan Alauddin sendiri menyatakan bahwa uang tersebut masih disimpan di Fakultas dan diperuntukkan untuk oleh-oleh dosen pendamping dan keperluan kampus selama di Malang dan Yogyakarta. Namun, penjelasan ini masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya dan kejelasan alur penggunaan dana tersebut.
Proses investigasi internal Unihaz tampaknya masih berlangsung. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai detail temuan investigasi dan sanksi yang akan dijatuhkan kepada pihak-pihak yang terlibat. Transparansi dalam proses investigasi ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan memberikan keadilan bagi mahasiswa yang menjadi korban.
Pihak kepolisian juga masih terus melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh CV LBN. Besarnya jumlah uang yang terlibat, yaitu Rp531 juta, menunjukkan skala penipuan yang cukup signifikan. Hasil penyelidikan kepolisian diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Tanggapan Dekan dan Langkah Hukum
Dekan Alauddin menyatakan menerima penonaktifannya dengan lapang dada, namun ia juga menegaskan kesiapannya untuk melakukan gugatan hukum jika prosedur penonaktifan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Pernyataan ini menunjukkan adanya potensi konflik hukum lebih lanjut yang akan terjadi di masa mendatang.
Sikap tegar yang ditunjukkan oleh Dekan Alauddin menunjukkan bahwa ia merasa tidak bersalah dan yakin akan dapat membela dirinya dalam proses hukum yang akan datang. Namun, proses hukum tersebut tentu akan membutuhkan waktu dan bukti-bukti yang kuat untuk dapat membuktikan kebenaran dari masing-masing pihak yang terlibat.
Kejelasan mengenai penggunaan dana Rp45 juta dan temuan investigasi internal Unihaz akan menjadi kunci dalam menentukan langkah hukum selanjutnya. Publik menantikan transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Kesimpulan: Kasus penipuan ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di lembaga pendidikan tinggi. Penonaktifan Dekan FH Unihaz dan penahanan pihak CV LBN merupakan langkah awal dalam proses penyelesaian kasus ini, namun masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat, terutama 93 mahasiswa yang menjadi korban.