Dirut KAI Dorong Perubahan Pelintasan Sebidang demi Keselamatan Warga
Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, mendesak perubahan pelintasan sebidang menjadi tidak sebidang untuk mencegah kecelakaan kereta api yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan lalu lintas dan jumlah perjalanan kereta.

Sejumlah kecelakaan di perlintasan kereta api baru-baru ini mendorong Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, untuk menegaskan perlunya perubahan signifikan dalam sistem perlintasan kereta api di Indonesia. Insiden-insiden tersebut, termasuk tabrakan antara kereta dan truk di Gresik yang mengakibatkan korban jiwa, serta kecelakaan antara kereta dan mobil di Bogor, menjadi sorotan utama yang menggarisbawahi urgensi masalah ini. Didiek menekankan bahwa peningkatan jumlah perjalanan kereta api dan kepadatan lalu lintas jalan raya meningkatkan risiko kecelakaan di perlintasan sebidang, sehingga perubahan sistem menjadi mutlak diperlukan.
Didiek menyatakan, "Harapannya ke depan pelintasan sebidang itu diubah menjadi pelintasan yang tidak sebidang. Lalu lintas semakin padat, pengguna kereta api semakin banyak Sehingga potensi temperan (tabrakan) itu akan semakin banyak kalau cara berlalu lintasnya seperti ini." Pernyataan ini disampaikan dalam peluncuran buku 'Masinis yang Melintasi Badai' di Jakarta. Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tanggung jawab pelintasan sebidang berada di tangan pemilik jalan, mulai dari Kementerian PU untuk jalan nasional hingga pemerintah daerah untuk jalan kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Didiek menekankan pentingnya sinergi antar pihak terkait untuk mengamankan perlintasan sebidang. Ia berharap semua pihak yang memiliki kewenangan dapat bekerja sama untuk mengurangi angka kecelakaan. "Nah harapannya itu semua pihak bergerak untuk mengamankan pelintasan," tegas Didiek. Langkah ini sejalan dengan upaya PT KAI yang telah menutup 74 perlintasan sebidang pada Triwulan I 2025, sebagai upaya pencegahan kecelakaan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018.
Upaya Penutupan Pelintasan Sebidang dan Data Perlintasan
PT KAI telah menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan keselamatan dengan menutup sejumlah perlintasan sebidang yang berisiko. Langkah ini sejalan dengan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, yang mewajibkan penutupan perlintasan yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu dengan lebar kurang dari dua meter. Data dari KAI menunjukkan bahwa terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang di seluruh Indonesia, dengan 1.883 titik (50,98 persen) dijaga dan 1.810 titik (49,01 persen) tidak dijaga.
Penutupan perlintasan sebidang ini merupakan upaya besar untuk mengurangi risiko kecelakaan. Namun, perlu diingat bahwa masih terdapat ribuan perlintasan sebidang lainnya yang perlu mendapat perhatian serius. Perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang lebih intensif antara PT KAI dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memastikan keselamatan pengguna jalan dan kereta api.
Perlu adanya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas di sekitar perlintasan kereta api. Edukasi kepada masyarakat juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan di perlintasan sebidang.
Tanggung Jawab Bersama dalam Mengatasi Masalah
Permasalahan pelintasan sebidang ini membutuhkan tanggung jawab bersama. Tidak hanya PT KAI, tetapi juga pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat, harus berperan aktif dalam mencari solusi. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk membangun pelintasan tidak sebidang, sementara masyarakat perlu mematuhi peraturan lalu lintas di sekitar perlintasan kereta api.
Dengan adanya kolaborasi yang kuat antara semua pihak yang terkait, diharapkan angka kecelakaan di perlintasan sebidang dapat ditekan seminimal mungkin. Keselamatan warga dan pengguna kereta api harus menjadi prioritas utama.
Ke depannya, perlu adanya evaluasi berkala terhadap sistem perlintasan kereta api untuk memastikan efektifitas dan efisiensi dalam menjaga keselamatan. Teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keamanan, seperti penggunaan sensor dan sistem peringatan dini.
Kesimpulannya, perubahan sistem perlintasan sebidang menjadi tidak sebidang merupakan solusi jangka panjang yang krusial untuk mencegah kecelakaan. Namun, langkah ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mewujudkan keselamatan bersama.