DPR Setuju SKCK Dihapus untuk Mantan Napi: Jalan Menuju Reintegrasi Sosial?
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI mendukung usulan Kementerian HAM untuk menghapus penerbitan SKCK bagi mantan napi demi membantu reintegrasi sosial dan akses pekerjaan.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menyatakan dukungannya terhadap usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menghapus penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi mantan narapidana. Usulan ini disampaikan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (28/3), menyusul surat resmi Kementerian HAM kepada Kapolri pada 21 Maret lalu. Langkah ini diharapkan dapat membantu para mantan napi dalam proses reintegrasi sosial dan memperoleh kesempatan kerja.
Menurut Andreas, usulan Kementerian HAM tersebut tepat dan selaras dengan prinsip hak asasi manusia serta kemanusiaan. Ia menekankan bahwa stigma negatif yang melekat pada mantan napi selama ini kerap menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan diterima kembali di masyarakat. "Apa yang disampaikan Menteri HAM dari sudut pandang hak asasi manusia, dari sudut pandang kemanusiaan menurut saya tepat," ujarnya, "kita kan tahu selama ini mereka yang pernah menjadi napi memperoleh stigma yang tidak baik di masyarakat."
Selama kunjungan kerja enam hari di NTT, Andreas mengunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan dan berdiskusi dengan berbagai pihak. Pengamatannya menunjukkan betapa sulitnya mantan napi mendapatkan pekerjaan, bahkan seumur hidup mereka masih dianggap sebagai mantan napi. Oleh karena itu, ia menilai penghapusan SKCK untuk mantan napi merupakan langkah yang baik dan lebih baik daripada hanya memberikan rekomendasi dari Lapas.
Dukungan DPR dan Kementerian HAM untuk Reintegrasi Sosial Mantan Napi
Andreas Hugo Pareira menegaskan kembali pentingnya dukungan bagi mantan narapidana yang telah menjalani masa pembinaan dan menunjukkan perilaku baik. Ia berharap mereka dapat kembali berintegrasi ke dalam masyarakat dan memiliki kesempatan untuk bekerja. "Yang kita harapkan mereka selesai dengan masa di lapas ya mereka keluar dan reintegrasi di masyarakat dan satu yang penting kalau mereka punya kesempatan kerja ya mereka bekerja," tegasnya. Hal senada disampaikan oleh Kementerian HAM yang menilai bahwa SKCK berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menjelaskan bahwa surat usulan pencabutan penerbitan SKCK untuk mantan napi telah ditandatangani oleh Menteri HAM, Natalius Pigai, dan dikirimkan ke Mabes Polri. Usulan ini telah melalui kajian akademis dan praktis yang mendalam. "Alhamdulillah, tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis," kata Nicholay.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi diskriminasi dan stigma yang dihadapi mantan napi, sehingga mereka memiliki kesempatan yang lebih adil untuk membangun kembali hidup mereka. Dengan menghapus hambatan administratif seperti SKCK, diharapkan mantan napi dapat lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Implikasi Penghapusan SKCK bagi Mantan Napi dan Masyarakat
Penghapusan penerbitan SKCK bagi mantan napi memiliki implikasi yang luas, baik bagi mantan napi itu sendiri maupun bagi masyarakat luas. Bagi mantan napi, hal ini dapat membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan membangun kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak lagi dibebani dengan stigma negatif yang selama ini menghalangi mereka untuk diterima di masyarakat.
Namun, perlu juga diperhatikan aspek keamanan dan perlindungan masyarakat. Mekanisme pengawasan dan pembinaan bagi mantan napi perlu ditingkatkan agar mereka tidak kembali melakukan tindak pidana. Penting untuk memastikan bahwa penghapusan SKCK tidak mengorbankan keamanan dan ketertiban masyarakat. Reintegrasi sosial yang efektif membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pemasyarakatan, masyarakat, dan pihak swasta.
Selain itu, perlu adanya program-program yang mendukung reintegrasi sosial mantan napi, seperti pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, dan konseling psikologis. Dengan demikian, mantan napi dapat memiliki bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Kesimpulannya, usulan penghapusan SKCK bagi mantan napi merupakan langkah progresif yang sejalan dengan prinsip hak asasi manusia dan reintegrasi sosial. Namun, perlu diimbangi dengan mekanisme pengawasan dan pembinaan yang efektif serta program-program pendukung reintegrasi agar tercipta keseimbangan antara hak asasi mantan napi dan keamanan masyarakat.