DPRD NTB: Hati-hati Rampingkan OPD, Jangan Ganggu Pelayanan Publik!
Anggota DPRD NTB mengingatkan Gubernur NTB agar rencana perampingan OPD tidak mengganggu pelayanan publik dan meminta kajian mendalam terkait beban kerja setiap OPD sebelum penggabungan.

Mataram, 26 Maret 2024 - Rencana perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Nusa Tenggara Barat (NTB) menuai perhatian serius dari anggota DPRD. Lalu Arif Rahman, anggota DPRD NTB, mengingatkan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri, untuk berhati-hati dalam proses perampingan agar tidak mengganggu pelayanan publik. Pernyataan ini disampaikan di Mataram pada Rabu lalu. Ia menekankan pentingnya pertimbangan matang sebelum melakukan penggabungan atau perampingan OPD.
Arif Rahman mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak negatif dari perampingan yang tidak terencana. Menurutnya, jika tidak dilakukan dengan tepat, penggabungan OPD justru dapat menghambat pelayanan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh potensi penumpukan beban kerja dan penurunan efisiensi kinerja.
Anggota DPRD dari Dapil VII Lombok Tengah ini memberikan contoh, rencana penggabungan Dinas Kesehatan dengan Dinas Sosial NTB patut dikaji ulang. Menurutnya, kedua dinas tersebut memiliki beban kerja yang sangat besar dan tidak dapat digabung begitu saja, meskipun berada dalam rumpun yang sama. Ia menyarankan agar pemerintah provinsi melakukan kajian mendalam terhadap beban kerja masing-masing OPD sebelum memutuskan penggabungan.
Kajian Mendalam Beban Kerja OPD
Lalu Arif Rahman menekankan pentingnya mengkaji beban kerja setiap OPD sebelum melakukan penggabungan. Ia menjelaskan bahwa penumpukan beban kerja dapat berdampak pada penurunan kinerja. "Perlu dilihat beban kerja SKPD. Kalau terlalu menumpuk, kinerjanya tidak bisa maksimal," ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya sinkronisasi dengan kementerian/lembaga di pusat dalam proses perampingan OPD.
Terkait rencana penggabungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dengan Dinas Sosial, Arif menyatakan setuju. Hal ini didasarkan pada pertimbangan beban kerja DP3AP2KB yang relatif lebih rendah. Namun, ia mengakui adanya penolakan dari beberapa komunitas perempuan yang menginginkan DP3AP2KB tetap berdiri sendiri.
Sementara itu, rencana penggabungan Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM juga mendapat sorotan. Arif setuju dengan penggabungan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, namun ia kurang setuju dengan penggabungan Dinas Perindustrian dengan Dinas Koperasi dan UMKM. Alasannya, Dinas Perindustrian dan Koperasi UMKM tidak memiliki kementerian penanggung jawab yang sama di pusat, sehingga koordinasi akan terhambat.
Sinkronisasi dengan Pemerintah Pusat
Arif menekankan pentingnya sinkronisasi perampingan OPD dengan kementerian/lembaga di pusat. "Dinas-dinas yang punya departemen tersendiri dalam rangka koordinasi. Sehingga Dinas Perindustrian dan Dinas Koperasi jangan digabungkan. Karena tidak punya gandengan di pusat. Lain halnya Perindustrian dan Perdagangan nyantol jelas. Ada kementerian tersendiri," jelasnya. Ia memberikan contoh persetujuannya terhadap penggabungan Dinas Pertanian, Peternakan, dan Ketahanan Pangan, serta Dinas Pariwisata dengan Ekonomi Kreatif, karena dianggap lebih linier dengan struktur di pemerintah pusat.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa seluruh draf rencana restrukturisasi OPD akan dibahas di DPRD NTB. "Nanti kita buatkan Pansus-nya. Nanti akan dibuat tim teknis juga," katanya. Proses ini menunjukkan komitmen DPRD NTB untuk memastikan perampingan OPD dilakukan secara transparan dan terukur, serta tidak merugikan pelayanan publik.
Kesimpulannya, proses perampingan OPD di NTB perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan perencanaan matang. Kajian mendalam terhadap beban kerja, sinkronisasi dengan pemerintah pusat, serta partisipasi DPRD NTB menjadi kunci keberhasilan dalam upaya efisiensi tanpa mengorbankan kualitas pelayanan kepada masyarakat.