DPRD Situbondo Desak Pemda Cari Solusi Konkret Nasib Honorer yang Diberhentikan
Fraksi GIM DPRD Situbondo mendesak Pemda mencari solusi konkret untuk ratusan honorer yang diberhentikan karena aturan pemerintah pusat, meminta solusi konkret agar mereka bisa diakomodasi dalam seleksi ASN mendatang.

Situbondo, 30 April 2024 - Ratusan tenaga honorer di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, kini menghadapi ketidakpastian masa depan setelah pemerintah daerah (Pemda) setempat terpaksa memberhentikan mereka. Keputusan ini diambil karena adanya aturan pemerintah pusat yang membatasi penerimaan tenaga honorer. Langkah ini menimbulkan keresahan dan desakan dari berbagai pihak, termasuk DPRD Situbondo.
Ketua Fraksi Gerakan Indonesia Maju (Gerindra dan NasDem) DPRD Situbondo, Andrian Oktadiansyah, menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan dari pemberhentian ratusan honorer tersebut. "Mereka (honorer) bukan sekadar angka di data, mereka adalah tulang punggung keluarga, ketika dirumahkan begitu saja jelas meninggalkan persoalan sosial yang besar," tegas Andrian dalam pernyataannya di Situbondo, Rabu.
Pemberhentian sekitar 600 tenaga honorer ini terdiri dari berbagai bidang, termasuk 300 guru honorer, 200 tenaga teknis di Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan 100 tenaga honorer lainnya. Mereka diberhentikan karena masa kerja kurang dari 2 tahun dan tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini membuat Pemkab Situbondo berada dalam dilema, karena meskipun memiliki anggaran, pembayaran gaji honorer tersebut berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Desakan DPRD Situbondo untuk Pemda
DPRD Situbondo, khususnya Fraksi GIM, mendesak Pemda Situbondo untuk segera mencari solusi konkret bagi para honorer yang diberhentikan. Mereka mendorong Pemda untuk melakukan pendataan ulang dan menyusun formasi baru agar para honorer dapat diakomodasi dalam seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) mendatang, baik melalui jalur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Andrian menekankan pentingnya keberpihakan Pemda kepada para honorer. "Kami sebagai wakil rakyat meminta pemkab jangan tutup pintu untuk mereka, harus ada keberpihakan, apabila tidak bisa saat ini siapkan skema agar mereka punya kesempatan di seleksi mendatang," ujarnya. Hal ini menunjukkan keprihatinan DPRD terhadap nasib para honorer yang telah lama mengabdi dan berkontribusi bagi daerah.
Langkah Pemda untuk memberhentikan honorer ini telah menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Banyak yang merasa prihatin dan khawatir terhadap dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Oleh karena itu, solusi konkret dan komprehensif sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.
Tanggapan Bupati Situbondo
Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayago, menyampaikan permohonan maaf atas pemberhentian para honorer tersebut. "Dengan berat hati ya, kami sudah ke provinsi dan ke Jakarta untuk mempertahankan mereka, tapi tidak bisa," kata Bupati Rio. Ia menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena terbentur aturan pemerintah pusat dan berpotensi menimbulkan temuan BPK jika tetap membayar gaji honorer yang tidak sesuai aturan.
Meskipun demikian, Bupati Rio menjanjikan sejumlah langkah untuk membantu para honorer yang diberhentikan. Pemda akan membuka lowongan kerja outsourcing dengan memprioritaskan tenaga honorer tersebut. Selain itu, Pemda juga siap membantu permodalan bagi mereka yang ingin berwirausaha. "Yang jelas, selain membuka peluang outsourcing, kami juga siap membantu permodalan bagi mereka yang ingin berwirausaha, jadi tidak akan kami tinggal begitu saja," imbuhnya.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meringankan beban para honorer yang diberhentikan dan memberikan mereka kesempatan untuk tetap mendapatkan penghasilan. Namun, tetap diperlukan pengawasan dan evaluasi agar program tersebut berjalan efektif dan benar-benar membantu para honorer.
Pemberhentian honorer di Situbondo ini menjadi contoh kasus yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah. Perlu adanya solusi sistematis dan berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan tenaga honorer di Indonesia agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam mencari solusi yang tepat dan adil bagi para honorer.