DPRD Sulteng Desak Evaluasi IUP Tambang Nikel Morowali: Bencana Banjir Jadi Sorotan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah mendesak evaluasi izin usaha pertambangan nikel di Morowali dan Morowali Utara pascabencana banjir yang diduga akibat aktivitas pertambangan.

Banjir yang melanda wilayah Morowali dan Morowali Utara, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah untuk mendesak evaluasi izin usaha pertambangan (IUP), khususnya pertambangan nikel. Anggota DPRD Sulteng, Samiun, menyatakan perlunya kajian ulang terkait dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut. Peristiwa ini terjadi di Morowali dan Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dan menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang lebih luas.
Menurut Samiun, usaha pertambangan seharusnya mempertimbangkan dampak lingkungan terhadap masyarakat sekitar. "Jangan sampai izin-izin tambang ini tidak melihat dari aspek lingkungan," tegasnya. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pendapatan daerah dari sektor pertambangan dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah, tambahnya, perlu melakukan kajian mendalam sebelum memberikan izin tambang baru.
DPRD Sulteng, sebagai perwakilan rakyat, memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan perusahaan tambang terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini ditegaskan pula oleh anggota DPRD Sulteng lainnya, Suryanto, yang mengajak masyarakat yang merasakan dampak negatif pertambangan untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada DPRD.
Dampak Lingkungan Pertambangan Nikel Dipertanyakan
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng sebelumnya telah menyuarakan hal serupa. Mereka meminta pemerintah untuk mengevaluasi dan mencabut IUP tambang nikel yang tidak taat aturan. Koordinator Jatam Sulteng, Moh Taufik, mencontohkan limpasan air bercampur lumpur yang masuk ke pemukiman warga Desa Siumbatu, Morowali, yang diduga akibat aktivitas PT Graha Mining Utama (GMU).
PT GMU, pemegang IUP Operasi Produksi seluas 1.102 hektar di Desa Siumbatu, diduga telah membabat hutan dan tidak melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). "Itu salah satu contoh, masih banyak kejadian lain karena perusahaan tidak taat aturan," ujar Taufik. Kejadian ini menjadi bukti nyata perlunya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas pertambangan dan penegakan hukum yang tegas bagi perusahaan yang melanggar aturan.
IUP PT GMU, bernomor SK 252/1/IUP/PMDN/2022, dikeluarkan Menteri ESDM pada 2 Februari 2022 dan berlaku hingga 2 Juni 2032. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan, serta perlunya mekanisme yang lebih baik untuk melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif aktivitas pertambangan.
Evaluasi IUP dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Desakan evaluasi IUP tambang nikel di Morowali dan Morowali Utara muncul sebagai respons atas dampak lingkungan yang signifikan. Banjir yang terjadi diduga kuat berkaitan dengan aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Peristiwa ini menyoroti pentingnya kajian lingkungan yang komprehensif sebelum pemberian izin tambang.
Selain itu, pengawasan yang ketat terhadap kepatuhan perusahaan tambang terhadap peraturan perundang-undangan juga menjadi kunci. DPRD Sulteng memiliki peran penting dalam hal ini, dengan wewenang untuk melakukan pengawasan dan menerima aspirasi masyarakat yang terdampak. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi aktivitas pertambangan juga sangat diperlukan.
Kejadian di Desa Siumbatu menjadi contoh nyata perlunya tindakan tegas terhadap perusahaan tambang yang tidak bertanggung jawab. Penegakan hukum yang konsisten dan transparan akan memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Hal ini juga akan menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan berkelanjutan di sektor pertambangan.
Pemerintah daerah juga perlu mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial dalam pengambilan keputusan terkait perizinan tambang. Keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas utama. Dengan demikian, pembangunan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Ke depan, diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, DPRD, masyarakat, dan perusahaan tambang untuk memastikan aktivitas pertambangan berjalan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi kunci untuk mencegah konflik dan memastikan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.