DPRK Nagan Raya Temukan Banyak Kelemahan dalam Rancangan RTRW: Ancaman bagi Pembangunan Daerah?
DPRK Nagan Raya menemukan sejumlah kelemahan fatal dalam rancangan Perda RTRW 2025-2045, termasuk data yang tidak akurat tentang kawasan energi dan pertambangan, mengancam investasi dan pembangunan daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya, Aceh, menemukan sejumlah kelemahan signifikan dalam rancangan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nagan Raya tahun 2025-2045. Penemuan ini berpotensi menghambat investasi dan pembangunan daerah dalam jangka panjang. Ketua Panitia Khusus Rancangan Qanun RTRW DPRK Nagan Raya, Zulkarnain, mengungkapkan kekhawatirannya terkait akurasi data dan dampaknya terhadap perencanaan pembangunan daerah.
Temuan DPRK Nagan Raya meliputi ketidaktepatan data dalam dokumen naskah akademik, yang dinilai Zulkarnain sebagai suatu kesalahan fatal. "Bayangkan dokumen naskah akademik saja bisa salah," ujarnya kepada ANTARA, Selasa (14/5). Ketidakakuratan data ini berdampak luas pada berbagai sektor, termasuk energi, pertambangan, pertanian, dan perkebunan.
Salah satu kelemahan utama terletak pada data kawasan energi yang hanya mencantumkan 136 hektare, sementara luas lahan yang telah digunakan untuk pembangkit listrik, seperti PLTU 1-2, PLTU 3-4, dan PLTA Beutong, serta proyeksi pembangunan PLTA 2 Beutong, PLTA Beutong Ateuh, dan pembangkit listrik tenaga surya, jauh melebihi angka tersebut.
Data Kawasan yang Tidak Akurat Menghambat Pembangunan
Data kawasan pertambangan juga dipertanyakan. Rancangan Perda hanya mencantumkan 1.360 hektare, sementara luas lahan yang telah digunakan oleh perusahaan tambang seperti PT. BEL (1.495 hektare), PT. MMC (7.943 hektare), PT. IPE (4.937 hektare), dan PT. UPS (4.934 hektare) jauh lebih besar. Belum lagi rencana pemerintah untuk membuka perizinan bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Sektor pertanian juga menghadapi masalah. Beberapa kecamatan kekurangan lahan cadangan, bertentangan dengan program pembangunan pemerintah Nagan Raya yang memprioritaskan sektor pertanian dan pangan. Data kawasan perkebunan yang hanya mencakup lahan yang sudah ada (110 ribu hektare, terdiri dari 65 ribu hektare HGU dan 45 ribu hektare perkebunan rakyat) juga dinilai tidak memadai.
Zulkarnain menekankan bahwa DPRK Nagan Raya tidak akan menerima rancangan Qanun RTRW yang tidak kredibel. "Kami ingin melahirkan Qanun RTRW yang representatif dan sesuai dengan kondisi saat ini, dan juga sesuai dengan misi pembangunan Nagan Raya 20 tahun ke depan," tegasnya. Hal ini penting karena Qanun RTRW berlaku hingga 20 tahun dan hanya dapat direvisi setiap lima tahun sekali.
Qanun RTRW: Induk dari Regulasi Pembangunan
Qanun RTRW memiliki peran krusial sebagai induk dari berbagai qanun lain yang berkaitan dengan pembangunan, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten (RIPPARKAB), dan Perumahan dan Pemukiman. Kesalahan dalam Qanun RTRW akan berdampak pada qanun-qanun lainnya.
DPRK Nagan Raya telah memberikan catatan perbaikan data kepada Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) sejak Agustus 2024, namun hingga saat ini belum ada perbaikan yang signifikan. Keterlambatan penyelesaian Qanun RTRW dikhawatirkan akan menghambat investasi dan pembangunan daerah. DPRK Nagan Raya mendesak agar semua Kepala Dinas dan Kantor di Pemkab Nagan Raya segera menyelesaikan masalah ini.
"Jangan main-main, pembahasan Qanun RTRW Nagan Raya ini pekerjaan yang amat sangat penting untuk diselesaikan segera," pungkas Zulkarnain. Ketegasan ini menunjukkan urgensi penyelesaian masalah ini untuk masa depan pembangunan Nagan Raya.