Dua Napiter di Lapas Tulungagung Diusulkan Dapat Remisi Setelah Ikrar Setia NKRI
Dua narapidana terorisme di Lapas Tulungagung diusulkan menerima remisi Idul Fitri setelah menyatakan setia kepada NKRI, membuka peluang pembebasan mereka tahun ini.

Dua narapidana terorisme (napiter), Margono (46) dan Rianto (31), yang ditahan di Lapas Kelas IIB Tulungagung, Jawa Timur, diusulkan mendapatkan remisi. Usulan ini diajukan setelah keduanya menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peristiwa ini terjadi pada Rabu (13/3) di Lapas Tulungagung dan diusulkan sebagai remisi Hari Raya Idul Fitri. Kedua napiter, yang sebelumnya berafiliasi dengan jaringan Jamaah Islamiyah (JI) dan Negara Islam Indonesia (NII), berpotensi bebas tahun ini jika usulan remisi disetujui.
Kepala Lapas Kelas IIB Tulungagung, Ma’ruf Prasetyo, menjelaskan bahwa usulan remisi ini merupakan hasil dari program pembinaan yang intensif. Margono dan Rianto sebelumnya ditahan di Lapas Sentul, Bogor, sebelum dipindahkan ke Lapas Tulungagung pada November 2024. Sejak saat itu, pihak lapas gencar memberikan pembinaan, termasuk edukasi tentang peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, untuk mendorong mereka menerima kedaulatan NKRI. "Sejak berikrar, mereka semakin mudah berbaur dengan petugas maupun narapidana lain. Bahkan, mereka turut mengajarkan membaca Iqro’ kepada warga binaan yang belum bisa," tambah Ma’ruf.
Remisi yang diusulkan bukan hanya remisi Idul Fitri, tetapi juga remisi susulan. Remisi susulan ini mengakumulasi remisi-remisi sebelumnya yang belum mereka terima karena status mereka sebagai napiter. Jika disetujui, pengurangan masa tahanan mencapai 4 bulan. "Kami mengajukan remisi susulan, termasuk remisi khusus Idul Fitri. Dengan pemotongan masa tahanan ini, keduanya berpotensi bebas pada tahun 2025," pungkas Ma’ruf. Dengan demikian, prosesi pengucapan ikrar setia NKRI menjadi langkah krusial yang membuka jalan bagi kemungkinan pembebasan kedua napiter tersebut.
Proses Pembinaan dan Perubahan Sikap
Proses pembinaan di Lapas Tulungagung terbukti efektif dalam mengubah sikap dan pandangan Margono dan Rianto. Edukasi tentang peran ulama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia tampaknya menjadi kunci perubahan signifikan dalam pemikiran kedua napiter tersebut. Pihak lapas menekankan pentingnya pemahaman sejarah dan nilai-nilai kebangsaan dalam proses deradikalisasi.
Setelah mengucapkan ikrar setia kepada NKRI, perubahan perilaku kedua napiter ini sangat terlihat. Mereka mampu berinteraksi dengan baik dengan petugas dan narapidana lain, bahkan aktif berpartisipasi dalam kegiatan positif di dalam lapas. Hal ini menunjukkan keberhasilan program pembinaan yang diterapkan oleh pihak Lapas Tulungagung.
Kemajuan yang signifikan ini juga tercermin dari kesediaan Margono dan Rianto untuk mengajarkan membaca Iqro’ kepada warga binaan lain yang belum mampu membaca Al-Quran. Tindakan ini menunjukkan komitmen mereka untuk berkontribusi positif bagi lingkungan sekitar dan menjadi teladan bagi narapidana lainnya.
Remisi dan Potensi Pembebasan
Usulan remisi yang diajukan pihak Lapas Tulungagung memberikan harapan baru bagi Margono dan Rianto. Remisi susulan yang mengakumulasi potongan masa tahanan sebelumnya, ditambah dengan remisi khusus Idul Fitri, berpotensi mengurangi masa tahanan mereka hingga 4 bulan. Jika usulan ini disetujui, keduanya berpeluang besar untuk bebas pada tahun 2025.
Keputusan mengenai persetujuan remisi ini tentunya akan melalui proses evaluasi dan verifikasi yang ketat oleh pihak berwenang. Namun, usulan ini menunjukkan apresiasi terhadap perubahan sikap dan perilaku positif yang ditunjukkan oleh Margono dan Rianto setelah menjalani proses pembinaan di Lapas Tulungagung.
Semoga kasus ini menjadi contoh keberhasilan program deradikalisasi dan pembinaan narapidana terorisme di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat dan komprehensif, diharapkan lebih banyak napiter dapat kembali ke masyarakat dan hidup berdampingan secara damai.
Proses ini juga menjadi bukti bahwa program pembinaan yang berfokus pada pemahaman nilai-nilai kebangsaan dan peran ulama dalam sejarah Indonesia dapat efektif dalam mengubah pandangan dan perilaku ekstrem.
Dengan adanya potensi pembebasan ini, diharapkan Margono dan Rianto dapat kembali berkontribusi positif bagi masyarakat dan menjadi contoh bagi napiter lainnya.
Kesimpulan
Usulan remisi untuk dua napiter di Lapas Tulungagung menandai keberhasilan program pembinaan yang menekankan pentingnya pemahaman nilai-nilai kebangsaan dan integrasi sosial. Perubahan sikap dan perilaku kedua napiter setelah mengucapkan ikrar setia kepada NKRI menjadi faktor kunci dalam pengajuan remisi ini, membuka peluang bagi mereka untuk kembali ke masyarakat.