Efisiensi Anggaran BMKG: Ancaman bagi Kepercayaan Global dan Sistem Peringatan Dini Gempa Indonesia
Pemangkasan anggaran BMKG sebesar 50,35 persen berisiko menurunkan kepercayaan global pada sistem peringatan dini gempa Indonesia (InaTEWS) dan mengancam mitigasi bencana nasional serta regional.
![Efisiensi Anggaran BMKG: Ancaman bagi Kepercayaan Global dan Sistem Peringatan Dini Gempa Indonesia](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191624.601-efisiensi-anggaran-bmkg-ancaman-bagi-kepercayaan-global-dan-sistem-peringatan-dini-gempa-indonesia-1.jpg)
JAKARTA, 11 Februari 2024 - Pemerintah Indonesia tengah menghadapi dilema. Upaya efisiensi anggaran berpotensi menggoyahkan kepercayaan global terhadap sistem peringatan dini bencana di Indonesia. Pemangkasan anggaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang signifikan berdampak pada sistem InaTEWS, sistem monitoring dan peringatan dini gempa bumi serta tsunami yang menjadi andalan 28 negara di Samudera Hindia.
Dampak Pemangkasan Anggaran terhadap InaTEWS
Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Harkunti Pertiwi Rahayu, menyoroti risiko hilangnya kepercayaan global jika anggaran InaTEWS dipangkas. Sistem ini, yang dikembangkan pasca tsunami Aceh 2004, kini dilengkapi teknologi canggih berbasis sensor, AI, dan big data. Kepercayaan negara-negara seperti Jepang, Seychelles, Bangladesh, India, Maroko, Australia, dan China terhadap InaTEWS terancam jika sistem ini tidak berjalan optimal akibat pemotongan dana.
Pemangkasan anggaran BMKG sebesar 50,35 persen, dari Rp2,826 triliun menjadi Rp1,423 triliun, menimbulkan kekhawatiran. Hal ini berpotensi menghambat kinerja InaTEWS dan berdampak pada operasionalnya. Harkunti menekankan bahwa membangun kepercayaan global dalam mitigasi bencana bukanlah hal mudah, dan Indonesia selama ini telah menjadi pelopor di bidang ini.
Lebih lanjut, Harkunti mengingatkan pentingnya perawatan dan keberlanjutan operasional peralatan InaTEWS. Peralatan yang tidak terawat akan rusak dan mengancam kinerjanya. Ia mencontohkan tragedi tsunami Aceh 2004 yang menewaskan lebih dari 220 ribu jiwa akibat ketiadaan sistem peringatan dini yang memadai.
Ancaman terhadap Kesiapsiagaan Bencana dan Citra Indonesia
Sebagai negara yang berada di Ring of Fire, Indonesia sangat bergantung pada sistem deteksi dan monitoring gempa. Mengandalkan dana internasional atau filantropi untuk menutupi biaya operasional bukanlah solusi jangka panjang yang bisa diandalkan. Harkunti juga menegaskan pentingnya dana respons bencana tidak dipangkas, mengingat ketidakpastian kapan dan seberapa besar bencana akan terjadi di masa mendatang.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, juga telah menyampaikan kekhawatiran terkait efisiensi anggaran. Ia menjelaskan bahwa pemangkasan ini berdampak pada Alat Operasional Utama (Aloptama), termasuk hampir 600 sensor pemantauan gempa dan tsunami yang mayoritas telah melewati usia pakai. Kemampuan pemeliharaan berkurang hingga 71 persen, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami juga terganggu.
Kesimpulan: Prioritas pada Mitigasi Bencana
Kesimpulannya, pemangkasan anggaran BMKG, khususnya pada sistem InaTEWS, menimbulkan risiko serius. Bukan hanya berdampak pada mitigasi bencana nasional, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan global terhadap kemampuan Indonesia dalam penanggulangan bencana. Prioritas pada mitigasi bencana dan keberlanjutan sistem peringatan dini mutlak diperlukan untuk melindungi nyawa dan menjaga citra Indonesia di mata dunia. Investasi dalam sistem peringatan dini merupakan investasi dalam keselamatan dan keamanan nasional.