Ekonom USK Usul Aceh Fokus Pertanian dan Perikanan Hadapi Efisiensi APBA
Menyikapi efisiensi anggaran, seorang ekonom dari Universitas Syiah Kuala mengusulkan agar Pemerintah Aceh memprioritaskan sektor pertanian dan perikanan dalam APBA 2025, alih-alih belanja birokrasi yang kurang produktif.

Ekonom dari Universitas Syiah Kuala (USK) mengusulkan agar Pemerintah Aceh memprioritaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) pada sektor pertanian dan perikanan. Hal ini sebagai respons terhadap Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam APBN dan APBD tahun anggaran 2025, yang mengakibatkan pengurangan dana transfer ke Aceh sebesar Rp317 miliar.
Fokus pada Sektor Unggulan Aceh
Guru Besar Ekonomi Manajemen FEB USK, Prof. Said Munasdi, menekankan pentingnya mengalokasikan anggaran pada sektor yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh. Ia menyatakan bahwa pertanian dan perikanan merupakan tulang punggung ekonomi Aceh, berkontribusi sebesar 30,97 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh yang mencapai 4,66 persen (data BPS).
Meskipun demikian, Prof. Said menyoroti sejumlah kendala yang dihadapi kedua sektor tersebut. Petani masih kesulitan akses pupuk, alat pertanian yang terbatas, dan infrastruktur irigasi yang belum memadai. Sementara nelayan menghadapi keterbatasan peralatan dan sumber daya ikan yang bergeser ke laut lepas akibat perubahan iklim dan pencemaran.
Oleh karena itu, Prof. Said mengusulkan agar anggaran difokuskan untuk mengatasi permasalahan tersebut. "Anggaran yang ada harus diarahkan untuk mendukung sektor pertanian dan perikanan," tegasnya, "bukan untuk belanja birokrasi yang kurang produktif."
Strategi Ekonomi yang Lebih Efektif
Prof. Said juga mengkritik strategi menarik investor ke Aceh yang dinilai kurang efektif. Ia menyarankan agar Aceh lebih fokus membangun ekonomi dengan memanfaatkan keahlian dan sumber daya lokal, terutama di sektor pertanian dan perikanan. "Daripada bergantung pada investor yang belum tentu datang, lebih baik kita fokus memperkuat sektor yang sudah kita kuasai," ujarnya.
Ia menambahkan pentingnya evaluasi pembangunan infrastruktur yang kurang produktif, seperti gedung-gedung terbengkalai dan proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak. "Kita harus memastikan bahwa anggaran digunakan untuk proyek yang benar-benar berdampak pada masyarakat," tegasnya.
Advokasi dan Alokasi Anggaran yang Efektif
Meskipun demikian, Prof. Said juga meminta Pemerintah Aceh untuk melakukan advokasi kepada pemerintah pusat agar pengurangan dana transfer dapat dihindari. Pengurangan dana ini dikhawatirkan akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan di Aceh, mengingat ketergantungan Aceh pada transfer fiskal dari pusat.
Ia menekankan pentingnya negosiasi dengan pemerintah pusat. "Jika pemotongan tetap dilakukan, maka anggaran yang tersisa harus dialokasikan secara efektif," katanya. Prioritas tetap diberikan pada sektor pertanian dan perikanan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Kesimpulan
Usulan Prof. Said Munasdi ini memberikan perspektif penting bagi Pemerintah Aceh dalam mengelola APBA 2025. Fokus pada sektor pertanian dan perikanan, disertai dengan evaluasi proyek infrastruktur dan advokasi ke pemerintah pusat, menjadi kunci untuk menghadapi efisiensi anggaran tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh.