Eks Pejabat MA Klaim Punya Rp915 Miliar & Emas dari Bisnis Tambang
Zarof Ricar, mantan pejabat MA, mengklaim memiliki kekayaan Rp915 miliar dan 51 kg emas dari bisnis perantara tambang.

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, membuat pengakuan mengejutkan dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin lalu. Ia berdalih memiliki uang senilai Rp915 miliar dan logam mulia emas seberat 51 kilogram yang diperoleh dari bisnis perantara jual-beli lahan tambang emas, batu bara, hingga nikel. Pengakuan ini sontak menarik perhatian publik dan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai asal-usul kekayaan tersebut.
Zarof menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan komisi dari pembeli maupun pemilik lahan tambang sebagai imbalan atas jasanya. Bisnis ini, menurutnya, telah dijalani sejak tahun 2016, saat ia masih menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA. Aktivitas ini dilakukannya jauh sebelum dirinya terseret dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dan gratifikasi yang saat ini menjeratnya.
Dalam persidangan, Zarof juga mengungkapkan bahwa salah satu lahan tambang yang menjadi sumber komisinya berlokasi di Papua. Dari aktivitas jual-beli tambang emas di Papua, ia mengaku pernah mengantongi komisi senilai kurang lebih Rp10 miliar. Uang tersebut diperoleh dari seorang kontraktor dan pemilik lahan tambang di Papua, kemudian disimpan di dalam brankas dalam bentuk dolar Singapura.
Sumber Kekayaan dari Bisnis Tambang
Zarof Ricar menjelaskan secara rinci mengenai sumber-sumber kekayaannya yang fantastis tersebut. Selain dari jual-beli lahan tambang emas di Papua, ia juga mengaku pernah mendapatkan komisi dari mempertemukan pemilik serta pembeli lahan tambang nikel dan batu bara. Transaksi ini juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pundi-pundi kekayaannya.
Dari transaksi jual beli nikel dan batu bara tersebut, Zarof menyebutkan bahwa uang komisi yang diterimanya berjumlah 10 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp100 miliar (dengan kurs saat itu Rp10 ribu). Uang tersebut kemudian disimpan di brankas rumahnya.
"Ini saat sebelum saya menjadi kepala badan, tetapi sudah di MA. Uangnya saya simpan saja di brankas rumah," tuturnya.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Zarof Ricar saat ini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dan gratifikasi. Dalam kasus tersebut, ia didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim berupa uang senilai Rp5 miliar serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA pada tahun 2012 hingga 2022.
Pemufakatan jahat tersebut diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur dan Lisa Rachmat, dengan tujuan menyuap Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi pada tahun 2024. Atas perbuatannya, Zarof disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, dan Zarof Ricar terus berupaya membuktikan bahwa kekayaannya diperoleh secara sah dari bisnis perantara tambang. Namun, jaksa penuntut umum tetap berkeyakinan bahwa Zarof telah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar undang-undang yang berlaku.