Zarof Ricar Bungkam, Resmi Tersangka TPPU Setelah Kasus Suap Miliaran Rupiah
Mantan Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar, ditetapkan sebagai tersangka TPPU oleh Kejaksaan Agung terkait kasus suap dan gratifikasi senilai miliaran rupiah dan emas.

Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan ini menyusul kasus suap dan gratifikasi yang telah menjeratnya sebelumnya. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus korupsi di lingkungan peradilan Indonesia yang tengah menjadi sorotan publik.
Zarof Ricar, yang terlihat mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung dengan tangan terborgol, memilih bungkam saat diwawancarai wartawan seusai sidang lanjutan perkara suap dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (28/4). Ia bergegas meninggalkan ruang sidang tanpa memberikan keterangan apapun terkait status tersangkanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, telah mengonfirmasi penetapan tersangka tersebut. Pernyataan resmi dari Kejagung menyebutkan bahwa penyidikan terhadap Zarof Ricar terkait kasus TPPU telah dimulai sejak 10 April 2025.
Penetapan Tersangka dan Pemblokiran Aset
Kejagung menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka TPPU setelah melakukan penyidikan yang mendalam. Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan status tersangka tersebut. "Tertanggal 10 April 2025 yang lalu, terhadap yang bersangkutan sudah dilakukan penyidikan. Berkaitan dengan itu, penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga telah menetapkan ZR sebagai tersangka dalam dugaan TPPU," kata Harli Siregar.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, Kejagung telah melakukan pemblokiran terhadap berbagai aset yang diduga milik Zarof Ricar. Pemblokiran ini dilakukan untuk mencegah pengalihan aset, termasuk aset yang terdaftar atas nama anggota keluarganya. "Penyidik sudah meminta pemblokiran kepada Kantor Badan Pertanahan di beberapa tempat. Ada yang di Jakarta Selatan, ada yang di Kota Depok, Jawa Barat, dan ada di Pekanbaru, Riau,” jelas Harli.
Selain aset, penyidik juga telah menyita sejumlah dokumen yang relevan dengan kasus dugaan TPPU ini. Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan Kejagung dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan mantan pejabat MA tersebut.
Asal-Usul Gratifikasi Rp915 Miliar dan 51 Kg Emas
Penetapan tersangka TPPU terhadap Zarof Ricar bertujuan untuk mengungkap lebih jauh asal-usul gratifikasi uang senilai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas yang diduga diterimanya selama menjabat sebagai pejabat MA. Jumlah tersebut sangat fantastis dan menunjukkan skala besar dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Proses penyidikan akan fokus pada penelusuran aliran dana dan aset yang diduga terkait dengan gratifikasi tersebut. Kejagung akan bekerja sama dengan berbagai instansi terkait untuk memastikan proses hukum berjalan dengan transparan dan akuntabel.
Kasus ini juga menjadi perhatian publik karena menyoroti potensi kerentanan sistem peradilan Indonesia terhadap praktik korupsi. Harapannya, proses hukum yang adil dan transparan akan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan memperkuat integritas peradilan di Indonesia.
Sidang Kasus Suap dan Gratifikasi
Saat ini, Zarof Ricar juga tengah menjalani persidangan kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor. Sidang telah memasuki tahap pemeriksaan saksi. Ia didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim berupa uang senilai Rp5 miliar terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Selain itu, Zarof Ricar juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di Mahkamah Agung untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012–2022. Atas perbuatannya, ia disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Publik menantikan kelanjutan proses hukum terhadap Zarof Ricar, dengan harapan kasus ini dapat diungkap secara tuntas dan memberikan keadilan bagi masyarakat.