Ekspor Jawa Barat Terpuruk: Dampak Kebijakan AS dan Tantangan bagi Industri Tekstil
Kebijakan tarif resiprokal AS memukul ekspor Jawa Barat, terutama sektor tekstil, alas kaki, dan elektronik; Bank Indonesia dan BPS Jabar berupaya mencari solusi.

Ekspor Jawa Barat (Jabar) menghadapi tantangan signifikan akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS), terutama pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, dan elektronik. Hal ini diungkapkan oleh Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Barat dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. Penurunan ekspor ini terjadi setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, yang kembali memberlakukan kebijakan proteksionis ini.
Dampaknya terasa nyata. BI Jabar mencatat penurunan ekspor TPT sebesar 5 persen, elektronik 3 persen, dan alas kaki juga 3 persen. Sementara itu, BPS Jabar mencatat penurunan nilai ekspor Jabar secara total pada Maret 2025 sebesar 3,09 miliar dolar AS, turun 3,51 persen dibandingkan Februari 2025 dan 3,29 persen dibandingkan Maret 2024. Penurunan terbesar terjadi pada ekspor ke Thailand (49,51 persen), diikuti AS (4,74 persen), dan Filipina (5,31 persen).
Deputi Kepala Perwakilan BI Jabar, Muslimin Anwar, menjelaskan bahwa kebijakan AS ini memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, Indonesia berpeluang menarik relokasi ekspor dari AS ke negara lain. Namun, di sisi lain, negara-negara lain yang juga terkena dampak akan melakukan hal yang sama, sehingga diperlukan strategi inovatif dan kreatif untuk melindungi industri domestik Jabar.
Tantangan dan Strategi Menghadapi Penurunan Ekspor
BI Jabar menyadari tantangan berat yang dihadapi eksportir Jabar. Oleh karena itu, BI Jabar akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jabar, pemerintah daerah kota dan kabupaten, serta kantor pusat BI untuk merumuskan strategi. Strategi tersebut meliputi diversifikasi negara tujuan ekspor, inovasi produk ekspor, dan dukungan untuk relokasi ekspor ke negara-negara seperti Eropa dan ASEAN.
Selain itu, BI Jabar juga mendorong peningkatan permintaan domestik terhadap produk-produk ekspor Jabar sebagai solusi jangka pendek. Muslimin Anwar menekankan pentingnya memperkuat pasar domestik untuk mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor yang fluktuatif.
Pemerintah Provinsi Jabar dan pemerintah daerah diharapkan berperan aktif dalam memberikan dukungan kepada pelaku usaha, khususnya di sektor TPT, alas kaki, karet, dan elektronik. Dukungan ini dapat berupa insentif, pelatihan, dan akses ke pasar internasional.
Analisis Data BPS Jawa Barat
Data BPS Jabar menunjukkan penurunan ekspor nonmigas sebesar 3,95 persen pada Maret 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan volume ekspor juga tercatat sebesar 4,36 persen. Tiga negara tujuan ekspor yang mengalami penurunan signifikan adalah Thailand, AS, dan Filipina.
Penurunan ekspor ke AS sebesar 23,89 juta dolar AS (4,74 persen) menunjukkan dampak langsung kebijakan tarif resiprokal AS terhadap ekspor Jabar. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk mencari solusi yang tepat.
Data ini menunjukkan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dan peningkatan daya saing produk Jabar agar tidak terlalu bergantung pada satu atau beberapa negara tujuan ekspor saja.
Plt Kepala BPS Provinsi Jabar, Darwis Sitorus, menjelaskan bahwa penurunan ekspor ini merupakan tantangan yang perlu diatasi dengan strategi yang tepat dan terkoordinasi.
Kesimpulan
Penurunan ekspor Jabar akibat kebijakan AS menjadi tantangan serius yang membutuhkan respons cepat dan terukur. Diversifikasi pasar, inovasi produk, dan penguatan pasar domestik menjadi kunci untuk menghadapi situasi ini. Kerja sama antara BI Jabar, pemerintah daerah, dan pelaku usaha sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga pertumbuhan ekonomi Jabar.